A. Latar Belakang Masalah
Infrastruktur memegang peranan yang sangat fital bagi perekonomian.
Hal ini dikarenakan gerak laju dan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah maupun
negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti
transportasi, komunikasi, dan juga ketersediaan energi. Dengan adanya
pembangunan dan ketersediaan infrastruktur tersebut,
sangat berperan penting terhadap laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tanpa terkecuali daerah Aceh. Penguatan
Konektivitas Nasional dan daerah yang efisien dan efektif
juga merupakan salah satu strategi yang ditempuh pemerintah dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Berdasarkan data dari World Economic Forum yang mempublikasikan
indeks persaingan global (global competitiveness index) bulan September 2014,
secara umum infrastruktur Indonesia berada di peringkat 82 dari 148 negara yang
dinilai. Posisi ini jauh di bawah negara-negara ASEAN seperti Singapura (peringkat
5), Malasiya (peringkat 25), Thailand (peringkat 61). Posisi Indonesia lebih
baik dibandingkan dengan Philipina (posisi 98) dan Vietnam (posisi 110).
Dalam mengatasi rendahnya layanan infrastruktur tersebut akibat
dari kecilnya anggaran untuk pembangunan infrastruktur berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapan Belanja Daerah,
maka pemerintah aceh harus
berusaha mencari sumber dana alternatif
pembangunan infrastrukltur. Sumber
pendanaan yang bebas dari bunga dan tidak adanya intervensi asing, serta sesuai
dengan hukum Islam.
Obligasi Daerah merupakan surat utang yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah yangditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar
modal. Obligasi ini tidak dijamin oleh
Pemerintah Pusat (Pemerintah) sehingga segala resiko yang timbul sebagai akibat
dari penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Penerbitan surat utang merupakan
bukti bahwa pemerintah daerah telah melakukan pinjaman/utang kepada Pemegang
surat utang tersebut. Pinjaman akan dibayar kembali sesuai dengan jangka waktu dan
persyaratan yang disepakati. Pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi daerah berkewajiban
membayar margin secara berkala sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pada saat jatuh tempo pemerintah daerah berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman. Tujuan
dari penerbitan Obligasi Daerah adalah untuk membiayai suatu kegiatan investasi sektor
publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Untuk
itu perlu diperhatikan bahwa penerbitan obligasi tidak ditujukan untuk menutup kekurangan kas daerah.
Menurut Devas, pada tahun 1983-1984, provinsi
meminjam Rp. 4,5 miliar, atau hanya 0,2% dari total penerimaan provinsi.[1]
bila dilihat saat ini dengan regulasi yang ada sebenarnya sangatlah potensial
jika daerah ingin mengeluarkan sukuk daerah atau obligadi daerah. Menginngat
adanya pasal 49 dalam peraturan
pemerintah nomor 30 tahun 2011 tentang pinjaman daerah, kemudian di kuatkan
dengan peraturan menteri keuangan republik indonesia nomor 111/pmk.07/2012
tentang tata cara penerbitan dan pertanggungjawaban obligasi daerah atau sukuk
daerah.
Bila dicermati data ojk memang saat ini
sukuk yang diterbitkan baru bersumber dari Pemerintah (Nagara) dan Korporasi
namun, Sukuk daerah belum ada yang terbit. Oleh karena itu dengan posisi
startegis Aceh pada saat ini sebagai otonomi daerah dengan didukung penguatan
oleh UUPA sangat menjanjikan.
Dengan adanya sukuk Daerah pemerintah Aceh
akan mendapatkan dana dari masyarakat dengan penyertaan modal pemerintah
minimal. Hal tersebut bisa diaplikasikan untuk pembiayaan pembangunan
infrastruktur daerah Aceh yang diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi
sehingga dapat menutup kebutuhan kekurangan anggaran pembangunan daerah.[2]
Saat ini, Aceh sendiri sudah dengan tekat yang bulat menjadikan
bank aceh yang dulunya konvensional menjadi Bank Syariah secara total walaupun
memang masih banyak “PR” yang mendesak untuk dikerjakaan.
Hal ini tentu bisa disinergikan dengan
baik, ketika banknya bank syariah, obligasinya obligasi sayariah, maka in syaa
Allah mendapat berkah dari Allah SWT. Amin.
Berdasarkan latar belakang diatas maka menurut penulis menarik
untuk dikaji lebih detail Analisis Penerbitan Sukuk Daerah: Sebagai Salah satu
Pembiayaan Pembangunan.
B.
Metode Pembahasan
Adapun metode pembahasan dalam tulisan ini Sesuai dengan Latar
belakang masalah yang telah di kemukakan di atas maka penulis akan melakukan
studi analisis kepustakaan[3]
dengan mengunakan metode kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan,
menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh social
yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan
kuantitaif
Sogiyono menyimpulkan bahwa metode penelitian kulitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel
sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik
pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.[4]
Penelitian kualitatif berusaha untuk mengangkat secara ideografis
berbagai fenomena dan realitas sosial. Pembangunan dan pengembangan teori
sosial khususnya sosiologi dapat dibentuk dari empiri melalui berbagai fenomena
atau kasus yang diteliti. Dengan demikian teori yang dihasilkan mendapatkan
pijakan yang kuat pada realitas, bersifat kontekstual dan historis. Metode
penelitian kualitatif membuka ruang yang cukup bagi dialog ilmu dalam konteks
yang berbeda, terutama apabila ia difahami secara mendalam dan “tepat”. Dalam
kaitan ini, serangkaian karakter, jenis dan dimensi dalam metode kualitatif
memberikan manfaat yang besar kepada ilmuwan sosial di Indonesia. Khusunya dan
Dunia Islam umumnya
Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut: Analisis deskriptif yaitu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun
suatu data, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut. Analisis
deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata bukan dalam bentuk angka-angka
atau prosedur statistik.[5]
Content Analisys (analisis isi) yaitu teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi data yang dapat ditiru dan valid dengan memperhatikan
konteksnya yang berhubungan dengan isi komunikasi. Dalam penelitian kualitatif
analisis isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keabsahan isi
komunikasi secara kualitatif, dan bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi
interaksi dari objek penelitian.[6]
Adapun tahapan langkah-langkah analisis isi yang ditempuh adalah
sebagai berikut: (a) Menentukan permasalahan, (b) Menyusun kerangka pemikiran,
(c) Menyusun perangkat metodologi, (d) Analisis data. (e) Diperiksa kebenarannya
serta diinterpretasikan sehingga menjadi suatu informasi yang bermakna.
Selanjutnya,
setelah data terkumpul dan dianalisis sebagaimana tahapan langkah-langkah dalam
analisis data, kemudian dibuat dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan.
C.
Pembahasan
1. Penjelasan Mengenai Pasar Modal Syariah
Pengertian
pasar modal berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976[7], menyebutkan
bahwa Pasar Modal adalah Bursa Efek seperti yang dimaksud dalam UU No. 15 Tahun
1952 (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67). Menurut UU tersebut, bursa adalah gedung atau
ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan efek,
sedangkan surat berharga yang dikategorikan sebagai efek adalah saham,
obligasi, serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek.
UU yang
mengatur tentang pasar modal (UU Republik Indonesia no. 8/1995)[8]
juga mencantumkan pengertian bursa efek, yaitu pihak yang menyelenggarakan dan
menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli
efek pihak-pihak yang lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.[9]
Selanjutnya,
menurut Ahmad, Pasar modal syariah merupakan kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.[10]
Penerapan prinsip syariah di pasar modal
tentunya bersumberkan pada Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits
Nabi Muhammad SAW.[11]
Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran
yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah
pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait
perniagaan. Berdasarkan itulah kegiatan pasar modal syariah dikembangkan dengan
basis fiqih muamalah.Terdapat kaidah fiqih muamalah yang menyatakan bahwa Pada
dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Konsep inilah yang menjadi prinsip pasar modal syariah di
Indonesia.
Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia sendiri
diawali dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment
Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek
Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan
Jakarta Islamic Index (JII) pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk
memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Dengan
hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang
dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa
yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor
20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana
Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus
bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah (sukuk) PT. Indosat Tbk pada
awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad
yang digunakan adalah akad mudharabah.[12]
Tidak sampai disitu saja, kepopuleran efek
syariah dan keunggulannya mendorong munculnya berbagai indeks ekuitas
diberbagai Negara. Seperti diketahui beberapa tahun sebelum kemunculan
Jakarta Islamic Indeks (JII), telah ada indeks syariah Yaitu Dow Jones
& Company meluncurkan Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI) pada Februari
1999, kemudian diikuti kemunculan Kuala Lumpur Shariah Index (KLSI) oleh bursa
Malaysia pada April 1999, dan FTSE Global Islamic Index Series (FTSE-GII) oleh
kelompok Financial Times Stock Exchange(FTSE) pada Oktober 1999.[13] Pada
pasar modal syariah ini dilakukan proses screening untuk
menyaring saham yang sesuai prinsip syariah yang ketentuannya dibuat oleh
Shariah Supervisory Board atau kosultan hukum Islam.
2. Sukuk
Sebagai Instrumen Pasar Modal Syariah
Sejalan
dengan penejelasan diatas, maka produk pada pasar
modal syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Efek Syariah
adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang
akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Sampai dengan saat
ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal meliputi Saham Syariah,
Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah. Namun dalam hal ini yang
akan dibahas lebih mendalah adalah sukuk saja.
Sukuk
Sukuk merupakan
istilah yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (Islamic
bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata "sakk"[14]
dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara
itu, ada juga yang memberikan memberikan
definisi Sukuk yaitu Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang
bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau
tidak terbagi (syuyu'/undivided share) atas: aset berwujud tertentu (ayyan
maujudat); nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang
sudah ada maupun yang akan ada; jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang
akan ada aset proyek tertentu (maujudat masyru' muayyan); dan atau kegiatan
investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)[15]
Berdasarkan
fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah,
dijelaskan obligasi syariah (sukuk) adalah suatu
surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh
emiten[16] kepada
investor (pemegang obligasi) yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada investor berupa bagi hasil/marjin/fee serta membayar kembali
dana investasi pada saat jatuh tempo.
Karakteristik Sukuk
Sebagai salah
satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi.
Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas
suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang
dijadikan dasar penerbitan (underlying asset).
Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik.
Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan
bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai
dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.[17]
Jenis Sukuk
Jenis sukuk[18]
terdiri dari: Pertama, Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
Kedua, Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4
(empat) tipe: Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada,
Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan
atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan. Ketiga,
Sertifikat salam. Keempat, Sertifikat istishna. Kelima, Sertifikat
murabahah. Keenam, Sertifikat musyarakah. Ketujuh, Sertifikat
muzara'a. Kelapan, Sertifikat musaqa. Dan Kesembilan, Sertifikat
mugharasa. Kesepuluh, Sertifikat
Ijarah. Kesebelas, Sertifikat mudharabah.[19]
3. Analisis
Penerbitan Sukuk Daerah: Sebagai Salah Satu Pembiayaan Pembangunan Di Aceh
Obligasi yang
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah disebut dengan Obligasi Daerah. Obligasi
Daerah merupakan salah satu sumber pinjaman daerah yang berasal dari masyarakat
yang diterbitkan melalui pasar modal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah adalah pinjaman
daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal.
Proses
persiapan penerbitan Obligasi Daerah secara garis besar terbagi atas dua tahap,
yaitu tahap pertama proses pada Pemerintah Daerah dan Tahap kedua, Pada Kementerian Keuangan. Yang perlu mendapat perhatian sesuai dengan
ketentuan PMK Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan
Pertanggungjawaban Obligasi Daerah, Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa
Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang
audit terakhir atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah mendapat opini Wajar
Dengan Pengecualian atau Wajar Tanpa Pengecualian.
Tahap 1: Persiapan Penerbitan Pada Pemerintah Daerah
Proses
penerbitan Obligasi Daerah diawali dengan tahap persiapan penerbitan. Gubernur,
bupati, atau walikota melaksanakan persiapan penerbitan Obligasi Daerah[20]. Persiapan penerbitan ini dilakukan oleh Tim Persiapan
yang dibentuk oleh Kepala Daerah[21]. Persiapan penerbitan Obligasi Daerah sebagaimana dimaksud paling
kurang meliputi[22]:
a.
Penentuan Kegiatan
Dalam
mempersiapkan penerbitan Obligasi Daerah, Pemerintah Daerah terlebih dahulu
menentukan kegiatan yang akan dibiayai. Dalam melakukan penentuan kegiatan yang
akan dibiayai Obligasi Daerah, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan,
yang diantaranya adalah:
1. Kegiatan yang akan didanai harus sudah tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);dan
2. Pemerintah Daerah harus memantau batas kumulatif pinjaman pada
tahun akan diterbitkannya Obligasi Daerah, serta posisi kumulatif pinjaman
daerahnya.
b. Pembuatan Kerangka Acuan Kegiatan (KAK)
Suatu rencana
investasi yang baik terlihat dari KAK yang jelas, sistematis serta memuat
keterangan tentang kegiatan secara spesifik. Pada prinsipnya, bentuk KAK sangat
bervariasi dan sangat bergantung dari tipe kegiatan yang akan dilakukan.
Semakin besar skala kegiatan yang akan dilakukan, semakin kompleks pula skema
KAK yang diharapkan dibuat oleh Pemerintah Daerah.
c. Menyiapkan Studi Kelayakan Kegiatan
Pemerintah
Daerah diharuskan untuk menyusun Studi Kelayakan Kegiatan untuk setiap kegiatan
yang dibiayai dengan Obligasi Daerah, sebagai kelengkapan dokumen dalam
pengajuan surat usulan penerbitan Obligasi Daerah ke Menteri Keuangan. Apabila
ada beberapa kegiatan yang akan didanai dengan Obligasi Daerah maka studi
kelayakan harus dibuat untuk setiap kegiatan tersebut. Tujuan Studi Kelayakan
adalah untuk memberi dasar bagi para pengambil keputusan untuk dapat menentukan
apakah suatu kegiatan layak dilaksanakan atau tidak dan menentukan pilihan yang
tepat diantara beberapa alternatif yang ada.
d. Membuat Perhitungan Batas Kumulatif Pinjaman
Batas Maksimal
Kumulatif Pinjaman Daerah adalah jumlah total pinjaman seluruh daerah pada
tahun anggaran tertentu. Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun
Anggaran tertentu.
e. Membuat Perhitungan Rasio Kemampuan Keuangan Daerah untuk
Mengembalikan Pinjaman atau Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Salah satu
persyaratan yang diwajibkan kepada Pemerintah Daerah dalam melakukan pinjaman
daerah - termasuk Obligasi Daerah - adalah memenuhi ketentuan rasio kemampuan
keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman. Penetapan nilai rasio kemampuan
keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit 2,5 (dua koma lima)
dengan memperhatikan perkembangan perekonomian nasional dan kapasitas fiskal
daerah.
f.
Mengajukan Permohonan Persetujuan Prinsip kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD)
Sebelum
diajukan kepada Menteri Keuangan, rencana penerbitan Obligasi Daerah harus
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan prinsip dari komisi di DPRD yang
menangani bidang keuangan. Persetujuan prinsip DPRD yang dimaksud
sekurang-kurangnya memuat persetujuan atas:
1. nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada
saat penetapan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD);
2. kesediaan pembayaran pokok dan bunga/margin
sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah; dan
3. kesediaan pembayaran segala biaya yang timbul dari penerbitan
Obligasi Daerah.
Tahap II: Persetujuan Kementerian Keuangan
a. Pengajuan
Rencana Penerbitan Obligasi Daerah.
Setelah
persiapan di daerah dianggap telah memenuhi persyaratan maka Pemerintah Daerah
dapat mengajukan usul penerbitan Obligasi Daerah kepada Menteri Keuangan untuk
mendapatkan persetujuan.
Gubernur,
bupati, atau walikota menyampaikan surat usulan rencana penerbitan Obligasi
Daerah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Surat usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen
sebagai berikut: 1). KAK; 2). Laporan
Penilaian Studi Kelayakan Kegiatan yang dibuat oleh penilai yang terdaftar di
otoritas di bidang pasar modal; 3). Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir; 4). Peraturan
Daerah mengenai APBD tahun yang berkenaan; 5). Perhitungan
jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah dan defisit APBD; 6). Perhitungan
rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau DSCR; 7). Surat
persetujuan prinsip DPRD; dan 8). Struktur
organisasi, perangkat kerja, dan sumber daya manusia unit pengelola Obligasi
Daerah.
b.
Mekanisme Penilaian
Berdasarkan
surat usulan penerbitan Obligasi Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan melakukan penilaian terhadap rencana penerbitan obligasi daerah dalam
dua tahap, yaitu:
1.
Penilaian administrasi
Berupa
penilaian atas kelengkapan dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah dan
kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah. Dalam melaksanakan penilaian
administrasi atas kesiapan unit pengelola Obligasi Daerah, Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan memperhatikan
pertimbangan dari Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
2.
Penilaian keuangan
a. Penilaian atas jumlah kumulatif pinjaman
Penilaian atas
jumlah kumulatif pinjaman, yaitu jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah
pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari
jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
Jumlah
kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dihitung dengan cara
menjumlah Net Pinjaman Pemerintah dengan Net Pinjaman Pemerintah Daerah. Net
Pinjaman Pemerintah adalah total seluruh pinjaman Pemerintah dikurangi piutang
kepada Pemerintah Daerah. Net Pinjaman Pemerintah Daerah adalah total pinjaman
Pemerintah Daerah setelah dikurangi piutang kepada Pemerintah dan Pemerintah
Daerah lainnya. Setiap tahun batas kumulatif pinjaman untuk seluruh Pemerintah
Daerah ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dengan mengikuti
variabel jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah. Dalam memberikan penilaian atas
usul penerbitan Obligasi Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan juga
harus memperhatikan apakah nilai Obligasi Daerah melebihi batas kumulatif
pinjaman daerah untuk tahun yang bersangkutan.
b. Penilaian atas DSCR
Penilaian ini
dilakukan berdasarkan pada kemampuan Pemerintah Daerah untuk membayar bunga dan
pokok Obligasi Daerah yang akan dikeluarkan. Penilaian ini juga dimaksudkan
untuk melihat ada tidaknya tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal
dari Pemerintah. Pada prinsipnya, Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan
pinjaman (jangka menengah maupun jangka panjang) jika terdapat tunggakan atas
pengembalian pinjaman.
Penilaian atas
rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau DSCR,
yaitu paling sedikit 2,5 (dua koma lima).
c. Penilaian atas
jumlah defisit APBD
Dalam
memberikan persetujuan penerbitan Obligasi Daerah, Menteri Keuangan juga harus
memperhatikan jumlah defisit APBD daerah yang bersangkutan dengan memperhatikan
batas maksimal kumulatif defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dan APBD. Untuk mengendalikan bahwa jumlah kumulatif APBN dan APBD tidak
melebihi batas tersebut, maka Menteri Keuangan menentukan batas maksimal
defisit APBD masing-masing daerah setiap tahunnya. Dalam memberikan persetujuan
atas rencana penerbitan Obligasi Daerah, perlu dipastikan bahwa jumlah defisit
APBD tidak melebihi batas tersebut pada tahun yang bersangkutan.
Berdasarkan
hasil penilaian administrasi dan keuangan, Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan atas
rencana penerbitan Obligasi Daerah. Persetujuan atau penolakan atas rencana
penerbitan Obligasi Daerah tersebut diberikan paling lama 2 (dua) bulan setelah
diterimanya dokumen rencana penerbitan Obligasi Daerah secara lengkap dan benar.
4. Peraturan
Daerah tentang Obligasi Daerah
Gubernur, bupati, atau walikota wajib
menyampaikan Peraturan Daerah mengenai penerbitan Obligasi Daerah kepada
otoritas di bidang pasar modal dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan, sebelum pernyataan efektif Obligasi Daerah.
Peraturan Daerah mengenai penerbitan Obligasi
Daerah paling kurang memuat ketentuan sebagai berikut:
a.
jumlah nominal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan;
b.
penggunaan dana Obligasi Daerah; dan
c.
tanggung jawab atas pembayaran pokok, bunga, dan biaya lainnya yang
timbul sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah.
Dalam hal
Obligasi Daerah yang akan diterbitkan dalam beberapa tahun anggaran, Peraturan
Daerah mengenai penerbitan Obligasi Daerah tersebut harus memuat ketentuan
mengenai jadwal penerbitan tahunan Obligasi Daerah. Dalam hal Obligasi Daerah
yang akan diterbitkan membutuhkan jaminan, Peraturan Daerah mengenai penerbitan
Obligasi Daerah harus memuat ketentuan mengenai barang milik daerah yang akan
dijaminkan.
5. Mekanisme
Penerbitan Obligasi Daerah di Pasar Modal
Penerbitan Obligasi Daerah hanya dapat
dilakukan di pasar modal domestik dan dalam mata uang rupiah, dimana Obligasi
Daerah digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana
dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD
yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana
tersebut. Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai nominal
Obligasi Daerah pada saat diterbitkan26. Mekanisme penerbitan Obligasi Daerah
di Pasar Modal dimulai dari tahap:
1.
Persiapan
a.
Penunjukan Profesi-Profesi Penunjang
1.
Penjamin Pelaksana Emisi Efek
Berfungsi untuk
membantu Pemerintah Daerah menyiapkan dokumen-dokumen pernyataan pendaftaran
serta melakukan penjaminan atas penerbitan Obligasi Daerah.
2.
Konsultan Hukum
Bertugas
melakukan melakukan legal due diligence, yang di dalamnya mencakup
pemeriksaan status hukum Pemerintah Daerah serta legal audit. Setelah
melakukan legal due diligence, Konsultan Hukum memberikan legal opini29.
Selain itu, Konsultan Hukum juga melakukan pendataan atas perjanjian,
perijinan, perkara, dll. 3. Notaris
Bertugas untuk
membuat akta atau perjanjian terkait dengan proses penerbitan Obligasi Daerah,
yang diantaranya adalah pembuatan perjanjian penjaminan emisi efek, perjanjian
perwaliamanatan serta akta pengakuan utang.
4. Wali Amanat
Mewakili
pemegang Obligasi Daerah untuk memperoleh hak haknya
atas pembelian obligasi yang dimaksud. Serta melakukan perjanjian
perwaliamanatan dengan emiten. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran
umum.
5. Percetakan
Berfungsi untuk
mencetak prospektus, formulir aplikasi dan formulir pendaftaran dan mencetak
sertifikat obligasi. Prospektus adalah setiap informasi tertulis yang
sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek.
6. Event Organizer
Untuk membentuk
emiten dalam mengkoordinir dan melaksanakan public ekspose dan menangani
hal-hal yang berkaitan dengan media massa, antara lain press release.
b. Melakukan Due Diligence
Menurut Standar
Profesi Konsultan Hukum Pasar Modal yang dikeluarkan oleh Himpunan Konsultan
Hukum Pasar Modal, due diligence adalah istilah yang digunakan untuk
kegiatan pemeriksaan secara seksama dari segi hukum yang dilakukan oleh
Konsultan Hukum terhadap suatu perusahaan atau obyek transaksi sesuai dengan
tujuan transaksi, untuk memperoleh informasi atau fakta material yang dapat
menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau obyek transaksi. Pemeriksaan dan
penilaian yang dilakukan oleh Konsultan Hukum tersebut, merupakan suatu analisa
hukum terhadap satu atau lebih dokumen perusahaan yang dilakukan untuk: 1). Memperoleh
status hukum atau penjelasan hukum terhadap dokumen yang diaudit atau
diperiksa; 2). Memeriksakan legalitas suatu badan hukum/badan usaha; 3). Memeriksa
tingkat ketaatan suatu badan hukum/badan usaha; 4). Memberikan
pandangan hukum atau kepastian hukum dalam suatu kebijakan yang dilakukan oleh
perusahaan.
c. Persiapan
pernyataan pendaftaran dan dokumen pendukung lainnya.
Pernyataan
pendaftaran minimal mencakup: 1) Surat pengantar
pernyataan pendaftaran; 2) Prospektus; 3) Prospektus ringkas; 4) Rencana jadwal
penawaran umum; 5) Contoh surat Obligasi Daerah; 6) Laporan Keuangan Daerah
tahun terakhir; 7) Surat dari Akuntan sehubungan dengan perubahan keuangan
daerah yang akan terjadi setelah tanggal laporan keuangan (comfort letter);
8) Surat Pernyataan dari Kepala Daerah di bidang akuntansi; 9) Laporan
Pemeriksaan dan pendapat dari segi hukum; 10) Riwayat hidup dari Kepala Daerah,
Wakil Kepala Daerah, Pimpinan Unit Pengelolaan Obligasi Daerah, Pimpinan Proyek
dan Bendaharawan Proyek; 11) Perjanjian perwaliamanatan antara daerah dan Wali
Amanat; 12) Pernyataan pihak yang berkaitan dengan penawaran umum Obligasi
Daerah (Kepala Daerah dan Profesi Penunjang Pasar Modal); 13) Laporan hasil
studi kelayakan atas proyek dan usaha proyek dari Penilai; 14) Persetujuan dari
Menteri Keuangan terkait dengan penerbitan Obligasi Daerah; 15) Peraturan
Daerah tentang penerbitan Obligasi Daerah.
d. Penandatanganan perjanjian-perjanjian
e. Penandatangan perjanjian pendahuluan antara Bursa Efek Indonesia
(BEI) dan perjanjian dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Tahap persiapan ini memakan waktu 30-45 hari.
2. Penelaahan oleh OJK
Selanjutnya,
dilakukan telaah oleh OJK atas perjanjian-perjanjian, prospektus, Laporan
Keuangan Audit, Legal Audit dan Legal Opinion serta Laporan Appraisal.
Atas penelaahan tersebut, OJK akan mengirimkan tanggapan untuk dijawab oleh
Pemerintah Daerah. Apabila telah dianggap sesuai, maka akan dikeluarkan
persetujuan OJK atas publikasi prospektus ringkas di koran. Proses ini memakan
waktu 30-40 hari.
3. Periode bookbuilding
Periode bookbuilding
adalah periode pembentukan harga perdana, yang diserahkan kekuatan
permintaan pasar sebelum harga perdana yang resmi diputuskan oleh
emiten/penjamin emisi. Bookbuilding bermaksud menjajaki kekuatan pasar
terhadap harga emisi baru.[23]
Dalam periode ini, dilakukan penetapan kupon dan nilai emisi final. Periode ini
dan dilakukan registrasi dokumen final kepada OJK berkaitan dengan nilai
obligasi dan kupon final.
Jika dokumen
final telah lengkap maka Ketua OJK akan mengeluarkan pernyataan efektif dalam
rangka penawaran umum. Setelah pernyataan pendaftaran Obligasi Daerah
dinyatakan efektif oleh OJK maka proses penerbitan Obligasi Daerah memasuki
tahap penawaran umum dan pencatatan di pasar modal.
4. Penawaran Umum
Dimulai dengan
pencetakan prospektus dan formulir pemesanan. Dilanjutkan dengan pengumuman
prospektus ringkas, distribusi prospektus dan formulir pemesanan. Penawaran
umum dilakukan dengan cara penyerahan formulir pemesanan beserta pembayaran ke
penjamin pelaksana. Setelah itu, dilakukan proses penjatahan (allotment),
penyampaian laporan ke KSEI dan konfirmasi ke pesanan.
5. Penyelesaian (Settlement) dan Pencatatan
Proses
penyelesaian dan pencatatan meliputi pembayaran ke Emiten, Distribusi efek
secara elektronik, pencatatan, penyerahan Laporan Penjatahan ke OJK dan audit
penjatahan.
Tantangan Pasar Sukuk
Pertama, Perlunya kodifikasi produk dan standar regulasi yang bersifat
nasional dan global. Kedua, Perlunya referansi nilai imbal hasil (Rate of Return) bagi keuangan
syariah (pasar modal syariah). Pasar Modal Syariah seringkali melakukan penyetaraan dengan suku bunga dalam system
konvensional. Ketiga, Kelangsungan program sosialisai dan edukasi kepada
masyarakat. Keempat, Inovasi pengembangan Produk[24]
dan Layanan di berbagai Jenis Lembaga keuangan khusunya pasar modal syariah perlu
ditingkatkan yang
bersifat uniqueness.[25] Menurut Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor:
Issuers,
investors and intermediaries need to nurture the market patiently. Islamic
transactions often face a competitive disadvantage vis-a -vis conventional bond
issues in cost-efficiency terms. Each new issue incurshigher levels of legal
and documentation expenses as well as distribution costs; and involves
examining structural robustness in addition to evaluating the credit quality of
the obligor. Standardization of contracts will reduce this problem.[26]
Bila kita maknai dalam bahasa Indonesia lebih kurangnya adalah “Penerbit
sukuk, investor, dan para intermediator harus “mengasuh” pasar tersebut dengan
sabar. Transaksi islam sering kali menghadapi kurang kompetitif dibandingkan
obligasi konvensional dalam aspek efesiensi biaya. Setiap penerbitan baru
dikenai pengeluaran legal dan biaya dokumentasi serta biaya distribusi yang
semakin tinggi, dan sebagai tambahan, harus melalui pengujian kesehatan
structural untuk mengevaluasi kualitas kredit obligator. Standarisasi
kontrak/akad akan mengurangi masalah ini”
Perlu
diketahui bahwa sampai pada tahun ini (2016) belum ada satu daerahpun yang
menerbitkan sukuk/obligasi daerah. Namun seperti yang diberitakan oleh beberapa
media mengutif perkataan Direktur BEI, Nicky Hogan. sebenarnya sudah ada beberapa pemerintah daerah yang sangat minat
menerbitkan obligasi daerah hal ini
tercermin dari adanya keinginan pemerintah provinsi Jawa Barat, Kalimantan
Timur hingga Riau. merekalah yang beberapa tahun terakhir keinginan menerbitkan
municipal bond. namun terwujud sampai hari ini.[27]
D.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Sukuk merupakan istilah yang dikenalkan sebagai pengganti dari
istilah obligasi syariah (Islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan
bentuk jamak dari kata "sakk" dalam bahasa Arab yang berarti
sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, ada juga yang memberikan memberikan definisi Sukuk yaitu Efek Syariah
berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
yang tidak tertentu. sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi.
Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas
suatu aset/proyek.
Analisis Penerbitan Sukuk Daerah:
Sebagai Salah Satu Pembiayaan Pembangunan Di Aceh. Tahap 1: Persiapan
Penerbitan Pada Pemerintah Daerah.
Penentuan Kegiatan, Pembuatan
Kerangka Acuan Kegiatan (KAK), Menyiapkan Studi Kelayakan Kegiatan Membuat
Perhitungan Batas Kumulatif Pinjaman, Membuat Perhitungan Rasio Kemampuan
Keuangan Daerah untuk Mengembalikan Pinjaman atau Debt Service Coverage Ratio
(DSCR), Mengajukan Permohonan Persetujuan Prinsip kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Tahap II: Persetujuan Kementerian Keuangan, mengikuti
Mekanisme Penerbitan Obligasi Daerah di Pasar Modal, adanya Penelaahan oleh
OJK, kemudian masuk ke Periode bookbuilding, selanjutnya Penawaran Umum
Penyelesaian (Settlement) dan Pencatatan.
E.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Al-‘Alim, Al-Qur’an
dan Terjemahannya (edisi ilmu pengetahuan), Bandung: Mizan Pustaka. 2009
Afifuddin dan Beni Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam
Varian Kontemporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2007.
Datuk, Bahril, Sukuk, Dimensi Baru Pembiayaan
Pemerintah Untuk Pertumbuhan Ekonomi, jurnal riset akuntansi dan bisnis Vol 14
no . 1 / maret 2014.
Devas, Nick.
dkk. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta: Penerbit UI
Press, 1989.
Husnan, Suad, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Kedua, Yogyakarta:
UPP-AMP YKPN, 1998.
Husnan, Suad, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisi Sekuritas, Yogyakarta: UPP
AMP YKPN, 1996.
Iqbal, Zamir
& Abas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam: Teori &Praktik, Jakarta: Kencana, 2008.
M. Krueger, C. Edward Chang Thomas. Does Index Investing Work In Bonds? Managerial
Finance, Vol. 37 Iss 5, 2011.
PMK Nomor 111 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan
Pertanggungjawaban Obligasi Daerah
Rahman, Mariam Jamilah
Abdul Jalil Zuriah Abdul, Sukuk Investment, Qualitative
Research in Financial
Markets, Vol. 4 Iss 2/, 2012.
Samsul,Mohammad, Pasar Modal & Manajemen Portofolio. Jakarta:
PT. Gelora Aksara Pratama, 2006.
Sholihin, Ahmad Ifham, Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta:
PT Gramedia, 2010.
UU
No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
Wilson, Rodney, Innovation In The Structuring Of Islamic Sukuk Securities, Humanomics,
Vol. 24 Iss 3, 2008.
Winarno, Sigit dan Sujana Ismaya, Kamus Besar Ekonomi, Bandung: Pustaka
Grafika, 2003.
x
[1]Nick Devas, dkk. Keuangan Pemerintah Daerah di
Indonesia, (Jakarta: Penerbit UI Press, 1989), hlm. 223.
[2]Bahril Datuk, Sukuk, Dimensi Baru Pembiayaan Pemerintah Untuk
Pertumbuhan Ekonomi (jurnal riset
akuntansi dan bisnis Vol 14 no . 1 / maret 2014), hlm. 111-124.
[3]Afifuddin dan
Beni Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 165.
[4]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf,
Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 15.
[5]Winarno Surachman, Pengantar
Penelitian Ilmiah Dasar, Metode, dan Teknik, (Jakarta: Tarsita, 1990), hlm.
139.
[6]Burhan Bungin, Metodologi
Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 232.
[7]Kepres No. 52 Tahun 1976 Tentang
Pasar Modal.
[8]UU No. 8 Tahun 1995 Tentang
Pasar Modal.
[9]Suad Husnan, Dasar-dasar Teori
Portofolio dan Analisis Sekuritas (Edisi Kedua), (Yogyakarta: UPP-AMP
YKPN, 1998) hlm. 27.
[10]Ahmad Ifham Sholihin, Buku
Pintar Ekonomi Syariah. (Jakarta: PT Gramedia, 2010), hlm. 351.
[12]Lihat: www.ojk.go.id
[13]Zamir Iqbal & Abas Mirakhor, Pengantar
Keuangan Islam: Teori &Praktik (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm. 246
[14]Mariam Jamilah Abdul Jalil Zuriah Abdul Rahman, “Sukuk investment",
Qualitative Research in Financial Markets, Vol. 4 Iss 2/, 2012), pp. 206 - 227
[15]Zamir Iqbal And Abbas Mirakhor, An Introduction to Islamic
Finance: Theory and Practice. Second Edition (Singapore: John
Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd., 2011), pp. 184-185
[16]Sigit Winarno dan Sujana Ismaya, Kamus Besar Ekonomi, (Bandung : Pustaka
Grafika, 2003), hlm. 181.
[17]C. Edward Chang Thomas M. Krueger, Does Index
Investing Work In Bonds? (Managerial
Finance, Vol. 37 Iss 5, 2011), pp. 451 - 464
[18]Silahkan Lihat: Berdasarkan
Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang
Investment Sukuk.
[19]Sesuai dengan data OJK di Indonesia jenis SUKUK yang ada di pasar
modal umumnya adalah Akad Ijarah dan Mudharabah.
[20]Lihat: Pasal 8 ayat (1) PMK Nomor 111
Tahun 2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi
Daerah.
[21]Alur
Proses Penerbitan Obligasi Daerah, sesuai yang disampaikan dalam Sosialisasi
Peraturan Terkait Penawaran Umum Obligasi Daerah oleh Direktorat Jendral
Perimbangan Keuangan, Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Daerah di Jakarta
pada tanggal 27 November 2013.
[22]Pasal 8 ayat (2) PMK Nomor 111 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah.
[23]Mohammad Samsul, Pasar Modal & Manajemen Portofolio. (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2006), hlm. 175
[24]Rodney Wilson, Innovation In The Structuring Of Islamic Sukuk
Securities, (Humanomics, Vol. 24 Iss 3, 2008), pp. 170-181
[25]Uniqueness
adalah keunikan atau berciri khas.
[26]Zamir Iqbal And Abbas Mirakhor, An Introduction to Islamic
Finance: Theory and Practice. Second Edition (Singapore: John
Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd., 2011), pp. 200-201
[27]Wiyanto, BEI Dorong Pemda Terbitkan Obligasi (Senin, 5 Desember
2016) inilah.com