Senin, 04 April 2016

Menyambut Kelahiran Bayi Dalam Islam

Menyambut Kelahiran Bayi Dalam Islam
Oleh: Masril, ZA


Tulisan ini dibuat secara sengaja untuk menggingatkan bahwa sesunguhnya Islam itu sangat Komprehensif,[1] ini terlihat dari segala aspek bahwa islam sudah memberikan langkah-langkah dan tata cara yang baik disegala sisi bagaimana melakukannya dengan baik dalam kehidupan umat manusia artinya tinggal mengikutinya saja. Maka. Akan mendapatkan hikmah yang sangat tinggi dan mulia. Salah satu diantaranya adalah bagaimana cara atau adab dalam menyambut kelahiran  anak/bayi.
Tulisan ini disusun dengan niat yang tulus menginggat karena saya akan menyambut kelahiran putri pertama saya sehingga bisa bermanfaat bagi saya peribadi maupun pembaca sekalian.
            Kita dianjurkan untuk mendoakan anak yang baru lahir.  Diantaranya adalah. Memohon keberkahan untuk si anak.
            Dari Abu Musa radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ، وَدَفَعَهُ إِلَيَّ

Artinya: “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku.[2]
            Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi inipun dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Asma mengatakan,

ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا، ثُمَّ تَفَلَ فِي فِيهِ، فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ دَعَا لَهُ، وَبَرَّكَ عَلَيْهِ

Artinya: “.. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya.” [3]
Dalam hal ini sesungguhnya tiidak ada teks doa khusus yang isinya permohonan berkah untuk anak. Fatwa Syabakah Islam dinyatakan,

فليس هناك دليل – فيما نعلم – يدل على مشروعية قراءة شيء من القرآن، أو الأدعية عندما يولد الطفل، سواء من قبل الأم، أو من قبل الأب، أو من قبل غيرهما

Artinya: “Tidak terdapat dalil - Sepengetahuan kami - yang menunjukkan dianjurkannya membaca ayat al-Qur’an atau doa tertentu ketika seorang anak dilahirkan. Baik dao dari ibunya, bapaknya, atau doa dari orang lain.”[4]
Karena itu, kita bisa berdoa dengan bahasa apapun yang kita pahami. Misalnya dengan membaca, Baarkallahu fiik (semoga Allah memberkahi kamu) atau semacamnya. Namun kita bisa mncontoh Salah satu diantara sekian banyak contoh hal ini adalah apa yang dipraktekkan oleh istri Imran, yang merupakan ibunya maryam. Allah menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam,

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Artinya: “Tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” [5]

Satu hal yang istimewa, karena doa ibunda Maryam ini, ketika Maryam lahir, dia tidak diganggu setan, demikian pula ketika Nabi Isa dilahirkan. Allah mengabulkan doa ibunya Maryam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

مَا مِنْ بَنِي آدَمَ مَوْلُودٌ إِلَّا يَمَسُّهُ الشَّيْطَانُ حِينَ يُولَدُ، فَيَسْتَهِلُّ صَارِخًا مِنْ مَسِّ الشَّيْطَانِ، غَيْرَ مَرْيَمَ وَابْنِهَا

Artinya: “Setiap bayi dari anak keturunan adam akan ditusuk dengan tangan setan ketika dia dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis, karena disentuh setan. Selain Maryam dan putranya.[6] Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, membaca surat Ali Imran ayat 36 di atas.

Kita bisa meniru doa wanita sholihah, istri Imran ini. Hanya saja, perlu disesuaikan dengan jenis kelamin bayi yang dilahirkan. Karena perbedaan kata ganti dalam bahasa arab antara lelaki dan perempuan.

a. Jika bayi yang dilahirkan perempuan, bisa baca,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Artinya: “Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”


b. Jika bayi yang lahir laki-laki, bisa membaca,

اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Artinya: ”Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”

5 Adab Dalam Menyambut Bayi Baru Lahir
Beberapa adab dan sunnah dalam menyambut kelahiran bayi diantaranya yaitu:

1.    Mengadzankan bayi
 Terlepas dari adanya kontroversi mengenai hal ini tapi Mayoritas ulama dari golongan Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah telah mensunnahkan meng Adzani bayi yang baru lahir di telinganya yang kanan, dan meng Iqomatinya di telinganya yang kiri.“sesungguhnya setan itu akan kabur jika dikumandangkan adzan” [7]
Hikmah adanya adzan ditelinga bayi yang baru lahir ialah sebagai pengenalan tauhid kepada anak. Karena ketika anak itu baru keluar dari perut ibunya, tidak ada yang ia kenali, bahkan suara ibunya pun ia tidak kenal. 
Dan pun suluruh tubuhnya belum ada yang berjalan. Termasuk telinganya. Ketika pertama kali telinganya itu bekerja, kata Allah lah yang menjadi kata pertama ia dengar ketika ia masuk ke dunia ini. Karena biasanya, apa yang didengar pertama kali itu yang tak akan pernah pudar.[8] 
Kemudian bahwa bayi yang baru lahir akan diganggu oleh ‘Ummu Sibyan, yang mana jenis Syaitan ini di khususkan untuk menggaggu bayi yang baru lahir. maka ketika Adzan dan Iqamah di ucapkan seketika itupula Syaitanya akan ketakutan dan akhirnya anak bayi yang baru lahir tersebut tidak dapat diganggunnya.
Kesunnahan ini dapat diketahui dari sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abi Rafi’ :

عَنْ أبِي رَافِعٍ أنَّهُ قَالَ, رَأيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أذَّنَ فِيْ أذُنِ الحُسَيْنِ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِسنن أبي داود
Artinya: “Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ ia berkata: Aku melihat Rasulullah SAW mengumandangkan Adzan di telinga Husain ketika Siti fatimah melahirkannya. (Yakni) dengan Adzan shalat.”[9]
2.   Mentahnik Bayi
   Mentahnik artinya Seseorang mengunyahkan (Nabi Muhammad SAW) kurma lalu meletakkannya di mulut si bayi. Setelah itu mendoakan keberkahan pada si bayi yang baru lahir. Dalam hal ini kalau tidak ada kurma maka boleh dengan madu.

Dari Abu Musa radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan,


وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ، وَدَفَعَهُ إِلَيَّ

Artinya: “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memberi nama bayiku, Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. Kemudian beliau kembalikan kepadaku".”[10]

Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putra Asma bintu Abu Bakr, yang bernama Abdullah bin Zubair. Sesampainya Asma hijrah di Madinah, beliau melahirkan putranya, Abdullah bin Zubair. Bayi inipun dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Asma mengatakan,


ثُمَّ دَعَا بِتَمْرَةٍ فَمَضَغَهَا، ثُمَّ تَفَلَ فِي فِيهِ، فَكَانَ أَوَّلَ شَيْءٍ دَخَلَ جَوْفَهُ رِيقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ دَعَا لَهُ، وَبَرَّكَ عَلَيْهِ

Artinya: “..Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minta kurma, lalu beliau mengunyahnya dan meletakkannya di mulut si bayi. Makanan pertama yang masuk ke perut si bayi adalah ludah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mendoakannya dan dan memohon keberkahan untuknya.”[11]

                3.   Memberikan Nama yang baik
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Inna ahabba asmaa’ikum ilallah Abdullah wa Abdurrahman,” Artinya: “Sesungguhnya namamu yang paling dicintai Allah adalah ‘Abdullah dan Abdurrahman.”[12]
Dari Abu Wahb al-Jusyami r.a., bahawa Nabi s.a.w. bersabda, “Namailah (anak-anakmu) dengan nama-nama para nabi. Sedangkan nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman, dan nama yang paling benar adalah Harits dan Hammam, sedangkan nama yang paling buruk adalah Harb dan Murrah.”[13] Selanjutnya Dari Abu Basrah, Nabi s.a.w. bersabda, “Sebaik-baik nama kamu adalah Abdullah dan Abdurrahman serta Harits.”[14]
Maka dapat kita simpulkan bahwa pemberian nama kepada bayi yang baru lahir sangatlah Urgen atau penting sekali tentunya dengan nama-nama yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam.

4.  Mencukur Rambut Bayi
Pada hari ketujuh kelahiran bayi, disunnahkan untuk memotong rambut si bayi. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululah SAW ketika cucunya Hasan dan Husain lahir. Rasulullah saw memerintahkan untuk memotong rambut dan menimbangnya ukuran perak, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. 
Dalam kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa riwayat dan keterangan ulama yang menganjurkan bersedekah dengan perak seberat rambut bayi. Pertama, Imam Ahmad mengatakan, “Sesungguhnya Fatimah ra mencukur rambut Hasan dan Husain, dan bersedekah dengan wariq (perak) seberat rambutnya.”
Kemudian, Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwatha’, dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, beliau mengatakan, “Fatimah menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum, dan beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu”. Selain itu Imam Malik juga menyebutkan dalam al-Muwatha’ dari Muhammad bin Ali bin Husain, bahwa beliau mengatakan, “Fatimah bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimbang rambut Hasan dan Husain, kemudian beliau bersedekah dengan perak seberat rambut itu.”

Cara Bersedekah dengan Rambut Bayi
Sebagian orang ada yang kebingungan, bagaimana cara yang tepat bersedekah dengan perak seberat rambut bayi. Terlebih di beberapa daerah, cukup sulit untuk bisa mendapatkan perak.
Di masa silam, perak termasuk mata uang yang berlaku di masyarakat dan mudah didapatkan. Karena itu, sedekah dalam hal ini tidak harus berujud perak. Boleh diberikan dalam bentuk uang, namun mengacu pada harga perak.

Caranya:
Timbang rambut bayi. Jika tidak memungkinkan, karena Anda kesulitan mendapatkan timbangan benda ringan, cukup diprediksi saja. Anda perkirakan berapa gram berat rambut itu. Misal: 2 gr.
Anda cari informasi harga perak/gr. Misal: 12.000. Kalikan seberat prediksi berat rambut bayi. (2 gr x Rp 12.000 = Rp 24.000)
Sedekahkan uang Rp 24.000 kepada orang miskin SIAPAPUN yang ada di sekitar anda. Boleh juga Anda tambahi atau digenapkan.

Allahu a’lam.


5. Aqiqah
Aqiqah artinya hewan yang disembelih untuk bayi yang baru lahir. Aqiqah termasuk hak anak yang hendaknya dipenuhi orang tua. Hukumnya sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat ditekankan), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَةٌ ، فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَماً وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى

Artinya: “Setiap anak hendaknya ada ‘aqiqah. Oleh karena itu, tumpahkanlah darah dan singkirkanlah kotoran.” [15]

Maksud “tumpahkanlah darah” adalah dengan disembelihkan hewan untuknya. Sedangkan maksud “disingkirkan kotoran” adalah dengan dicukur rambutnya. Untuk anak laki-laki, disembelihkan dua ekor kambing yang sepadan (baik usia, jenis maupun fisiknya), sedangkan untuk anak perempuan satu ekor kambing.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; , أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُمْ; أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ –

Artinya: “Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkan mereka (para sahabat) agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan  untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan.”[16]  
Waktu ‘Aqiqah adalah pada hari ketujuh, jika tidak bisa maka pada hari keempat belas dan jika tidak bisa, maka pada hari kedua puluh satu. Imam Ahmad berkata: “Disembelih pada hari ketujuh, jika tidak dilakukannya, maka pada hari keempat belas dan jika tidak dilakukannya, maka pada hari kedua puluh satu. Berdasar kepada sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi,

كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Artinya: “Setiap anak tergadai dengan ‘aqiqahnya; disembelih untuknya pada hari ketujuh, dicukur dan diberi nama.”[17]

DO’A MENYEMBELIH HEWAN AQIQAH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَللّهُم‍َّ هَذِهِ عَقِيْقَةُ …….. بِنْ………. دَمُهَا بِدَمِهِ وَلَحْمُهَا بِلَحْمِهِ وَعَظْمُهَا بِعَظْمِهِ وَجِلْدُهَا بِجِلْدِهِ وَشَعْرُهَا بِشَعْرِهِ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا فِدَاءً لِ……..بن………مِنَ النَّارِ

Artinya:    Ya Allah, wahai Tuhanku, hewan ini adalah aqiqah untuk….bin… (sebutkan namanya), dimana darahnya (hewan) adalah menebus darahnya (anak), dagingnya (hewan) untuk menebus dagingnya (anak), tulangnya (hewan) adalah untuk menbus tulangnya (anak), kulitnya (hewan) adalah untuk menebus kulitnya (anak) dan bulunya (hewan) untuk menebus rambutnya (anak). Ya Allah, hendaklah Engkau menjadikan aqiqah ini sebagai tebusan untuk….bin…. (sebutkan namanya) dari neraka.


DO’A MENYEMBELIH HEWAN AQIQAH
Disunnahkan saat menyembelih binatang untuk ‘aqiqoh dengan membaca:

بِسْمِ اللهِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ ، هَذِهِ عَقِيقَةُ فُلاَن

“Bismillah Allahu Akbar Allaahumma minka wa laka, haadzihi ‘aqiiqotu fulaan”

Artinya: “Dengan Nama Allah, Allah adalah Yang Terbesar, Ya Allah ini dariMu dan untukMu. Ini adalah aqiqoh fulaan

Catatan Penting: Penyebutan ‘fulaan’ itu diganti dengan nama anak yang diaqiqohi tersebut.

Daging Qurban dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan aqikah dibagi-bagikan dalam keadaan matang/sudah dimasak.


Syaikh Jibrin dan Syaikh Ibnu Bazz berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, Yatim, Fakir dan miskin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. 

Melakukan Khitan
Khatan ialah sesuatu yang dipotong bagi laki-laki dan perempuan. Dalam erti kata lain, memotong lebihan kulit yang berada di kepala zakar bagi anak laki-laki.
Menurut bahasa kata khitan bererti memotong kulit yang menutupi kepada zakar. Sedangkan menurut istilah syar’i, adalah memotong bulatan bahagian ujung hasyafah, yaitu tempat pemotongan kulit yang menutupi kepala zakar yang juga menjadi tempat kemuliaan dari hukum syari’at. Ini berdasarkan hadis, “Jika telah bertemu dua khitan (kemaluan) maka wajib mandi”
Dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan bahawa Khitan atau berkhitan adalah memotong kulit yang meneutupi ujung kemaluan laki-laki; bersunat.[18]
Dari Abu Hurairah r.a., aku mendengar Nabi bersabda, “Lima (5) perkara adalah fitrah bagi manusia, (iaitu) berkhatan, mencukur bulu ari-ari, memendekkan misai, memotong (memendekkan) kuku, dan mencabut bulu ketiak.”[19]
Ibnul Jauzi menyatakan bahawa berkhatan itu adalah sunnah muakkadah menurut pandangan Malik dan Abu Hanifah, manakala menurut asy-Syafi’i adalah fardhu.[20]





[1]Komprehensif  adalah  luas dan lengkap  (tentang  ruang lingkup atau  isi). Lihat Kamus Bahasa Indonesia
            [2]HR. Bukhari no 5467 dan Muslim no 2145.

                [3]HR. Bukhari 3909
[4]Fatawa Syabakah Islam, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 13605.
[5]al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 36
[6]HR. Bukhari No. 3431.
[7] Muttafaq ‘Alayh dari Abu Hurairoh.
[8] Fathul wahab 2/331
[9]HR Abi Dawud.
[10]HR. Bukhari 5467 dan Muslim 2145
[11]HR. Bukhari 3909
[12] HR. Muslim
[13]Hadis Riwayat Abu Daud dan an-Nasa’i. dan lihat Jami’ al-Ushul, 1/357, Tahqiq Syu’aib al-Arnauth.
[14]Hadis Riwayat ath-Thabrani. Lihat: Shahihul Jami’, no. 3269.
[15]HR. Bukhari
[16]HR. Tirmidzi.
[17]HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud
[18]Meity Taqdir Qodratillah,  Kamus bahasa indonesia untuk pelajar (Jakarta timur: BPPB,  2011), hlm. 231
[19]Hadis Riwayat Bukhari, Kitab Pakaian, no. 779
[20]Lihat: al-Qawaanin al-Fiqhiyah, 314, oleh Ibnul Jauzi.











Tulisan Yang Berkaitan