AHLI
EKONOMI ISLAM
Oleh:
MASRIL, S.Pd.[1]
Menuju Masyarakat Konsumtif
Pada
awal abad ke 18 terjadi perubahan sistem Ekonomi masyarakat Eropa yang semua
agraris menjadi sistem ekonomi industri. Tenaga hewan dan manusia digantikan
oleh mesin sebagai alat produksi, memasuki abad ke 20 para pemilik modal
sepenuhnya menguasai perkembangan industri. Struktur bercorak egaliter[2]
yang menjadi ciri khas masyarakat agraris sudah terkikis habis, para
pemilik modal adalah penguasa dan masyarakat digiring kepada propoganda
kapitalis yaitu komsumerisme,[3]
membentuk masyarakat agar memiliki dorongan kuat untuk mengkonsumsi secara
berlebihan. Keberadaan teknologi juga berperan dalam mendorong pola konsumsi
masyarakat menjadi semakin tinggi, meski teknologi diyakini memberikan kualitas
hidup yang lebih baik pertumbuhannya sejajar dengan kebutuhan gaya hidup
terkini, terlebih lagi iklan ikut mengiring kebutuhanan akan suatu barang bukan
lagi pada fungsinya. Gaya hidup dikondisikan bagi setiap orang untuk membeli
ilusi-ilusi tentang status, kelas, posisi sosial dan Prestise.[4]
Adanya setatus kelas sosial menimbulkan kesulitan hidup yang semakin komplek,
persaingan yang semaikn ketat dan menimbulkan rasa cemas yang berlebihan.
Sehingga, masyarakat membutuhkan kenyamanan. Kebutuhan rasa nyaman inilah yang dieksploitasi[5] oleh para kapitalis sebagai tambang
emasnya dengan segala pencitraan produk sehingga komsumen menjadi ketagihan dan
menjadikan belanja sebagai sarana pelepas ketegangan. Dari sinilah konsumerisme
berawal pada akhirnya kecendrungan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak lagi
berdasarkan aspek fungsi melainkan dorongan hasrat semata.
Seperti
pendapat dari seorang sosiolog Jean Boardiart nilai tukar dan nilai guna kini telah
berganti menjadi nilai lambang atau simbol, ketika seseorang membeli mobil
orang sekaligus membeli simbol kemapanan
yang melekat pada mobil tersebut, ketika membeli baju orang juga membeli
keparcayaan diri untuk dirinya.
Unsur
kecepatan dan pembaharuan menjadi bagian penting dari budaya konsumerisme,
pencitraan yang disuguhkan oleh komoditi silih berganti, muncul dan menghilang
dalam kecepatan tinggi. Dan manusia tidak seakan resah jika tidak menjadi
bagian dari pencitraan tersebut. Terlibat dalam percepatan tersebut merupakan
sebuah adiksi[6]
yang manfaatnya nyaris tidak pernah dipikirkan kembali. dan dari sinilah
muncul Shopaholic[7] sebuah
kecendrungan sikap untuk berbelanja secara kompulsip,[8]
kecendrungan tersebut juga menimbulkan ketergantungan dimana seseorang
hanya terpenuhi secara emosional jika
sudah berbelanja dan membeli barang-barang baru
yang diinginkan yang pada dasarnya sama sekali tidak mereka butuhkan. Shopaholic
sebagai sebuah kebiasaan sering kali menimbulkan masalah bagi seseorang,
pengindap Shopaholic sering kali mengalami pertentangan batin ketika mereka
tidak dapat menahan diri untuk membeli barang-barang yang belum tentu mereka
akan butuhkan di kemudian hari. pengindap Shopaholic sering kali kewalahan
untuk memenuhi hasratnya dalam membeli barang-barang terbaru. Kesadaran
mengenai manfaat atau fungsi suatu barang baru mereka rasakan ketika mereka
sudah meninggalkan pusat pembelanjaan. Pertentangan batin tersebut semakin
nampak ketika mereka tidak tahu apa yang harus mereka harus lakukan dengan
barang-barang yang mereka miliki
Evroe Bensen, seorang psikiolog dari
Amerika Serikat mengunggkap temuannya menarik
sembilan dari sepuluh wanita mengalami Shopaholic atau kecanduan
belanja. Orang-orang yang mengalami kecanduan belanja sering kali merasa cemas,
gelisah dan depresi ketika keinginannya berbelanja atau membeli suatu barang tidak
kesampaian. Evroe Bensen mengklasifikasi bebarapa penyebab seseorang
menjadi pecandu belanja. Secara kejiwaan ia mengalami masa kecil yang kurang
bahagia, merasa di tolak, kurang diperhatikan dan tak mendapatkan apa yang
diinginkan. Ketika dewasa dan memiliki kehidupan finansial yang memadai
orang-orang ini mulai melepaskan ketegangan yang dialami waktu kecil.
Shopaholic Dilihat
Dari Sisi Islam
Shopaholic juga timbul dari kekeliruan kita
dalam memahami kehidupan dunia misi dan urgensinya sehingga memunculkan
kecendrungan duniawi. Padahal dalam al-Qur’an dijelaskan:
Artinya: “(45)
dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air
hujan yang Kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan
di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan
oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. (46) harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.”[9]
Dalam
kandungan Ayat diatas Allah menegaskan bahwa nikmat dunia lebih rendah
tingkatannya dibanding dengan nikmat yang Allah diberikan diakhirat. dalam
surat tersbut disebutkan bahwa harta dan anak-anak adalah perhiyasan kehidupan
di dunia. Namun, amalan-amalan shaleh lebih naik pahalanya di akhirat kelak.
Islam melarang kita untuk berlomba-lomba hanya mencari kehidupan dunia.
Rasulullah
SAW bersabda: “Demi Allah bukanlah kefakiran yang aku takutkan pada kalian akan
tetapi yang aku khawatirkan dimudahkan kalian dalam mendapat kehidupan dunia, sebagaimana orang-orang
terdahulu dimudahkan dalam mendapatnya, lalu kalianpun berlomba-lomba untuk
mendapatkannya sebagaimana dulu mereka berlomba-lomba untuk mendapatkanya,
sehingga kalianpun akan dibinasakan olehnya, sebagaimana mereka dibinasakan
olehnya”.
Ada
beberapa cara agar kita tidak terjebak oleh nafsu mengejar kenikmatan dunia diantaranya yaitu: jangan menanamkan rasa cinta
yang berlebihan kepada dunia di dalam hati. Sebab itu akan membuat hati kita
lalai untuk mencari bekal kehidupan akhirat dan selalu sibuk dengan urusan
dunia. Ahmad ibnu Hambal pernah ditanya; mungkinkah seseorang dikatakan sebagai
orang yang zuhud sedang dia memiliki uang seribu dinar?, beliau menjawab.
“mungkin saja dan tanda-tandanya adalah jika uangnya bertambah dia tidak
bergembira dan jika uangnya berkurang diapun tidak bersedih.”
Imam
Bukhari Juga meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, suatu ketika Rasulullah SAW
menepuk bahuku, kemudian bersabda. “hiduplah didunia seolah-olah engkau orang
yang asing atau orang yang sedang dalam perjalanan” lalu perlu juga kita inggat
akan kematian dan kedahsyatan hari kiamat, niat yang ikhlas dan imam yang kuat
untuk konsisten dijalan Allah ini niscaya akan membuat kita tidak tergoda
dengan aneka kenikmatan dunia bahkan membuat kita menjadi lebih khusuk dalm
beribadah kepada Allah dan bersemangat dalam menjalankan segala perintahnya.
Cara
lainnya adalah dengan melakukan muzakarah,[10]
melihat dunia dengan mata hati. Andai ini dilakukan. maka, nikmat-nikmat dunia
akan kita dapati hanya sebagai cobaan, dalam menjalani kehidupan dunia penuh
kesederhanaan. Karena harta didunia tidak ada artinya suatu saat nanti. seperti
doa Nabi Ibrahim dalam al-Qur’an:
Artinya:
(87) dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (88) (yaitu)
di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, (89) kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” [11]
Seorang
pecandu belanja jelas sekali ia terjebak dalam sikap boros yang dilarang oleh
Islam. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:
Artinya:
(26) “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.”[12]
Jika
ada seorang muslimah Shopaholic, Iapun perlu dinasehati untuk menetapkan sikap
Zuhud dalam hatinya yaitu, sikap yang
tidak terlalu fokus mengejar dunia.
Syech
Yusuf al-Qardawi dalam laman resminya menyebukan sikap rakus berbelanja
menghabiskan uang sangat dikejam dalam Islam hukumnyapun haram dilakukan,
meskipun uang tersebut hasil jerih payahnya sendiri. Konsep kepemilikan harta
yang berlaku dalam islam, pada dasarnya uang yang dimiliki bukanlah kepunyaan
pribadi secara mutlak, harta itu hanyalah titipan, ada hak orang lain disebagian
harta itu dan pengaturaanya terdapat dalam al-Qur’an:
Artinya: “dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,[13]
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”[14]
Syech
Yusuf al-Qardawi yang menjabat ketua perhimpunan ulama sedunia itu mengatakan,
bukan berarti islam melarang berbelanja. Tetapi, yang ditekankan ialah
pentingnya prinsip keseimbangan. Artinya berbelanja boleh-boleh saja tetapi
tidak mengahambur-hamburkan uang, disisi lain keseimbangan itu juga melarang
sikap terlalu irit hingga menyulitkan diri sendiri. Begitulah Islam mengatur
segala sesuatunya teramsuk dalam hal ekonomi.
Ahli Ekonomi
Islam
Islam
memeberikan kontribusi penting dalam perkembangan ilmu di dunia salah satunya
dalam ekonomi, beberapa teori dan konsep tentang ilmu ekonomi disaat ini lahir
dari pemikir dunia Islam berikut diantaranya:
Ibnu Khaldun (Peletak
Dasar Ekonomi Islam)
Abu Zayd Abdul
Rahman Bin Khaldun Al-Hadrami atau sering disebut Ibnu Khaldun, lahir di
Tunisia pada 27 Mei 1332 M. Ibnu Khaldu
di kenal sebagai bapak ekonomi Islam karena pemikirannya tentang
teori-teori ekonomi yang logis dan realistis. Jauh sebelum Adam
Smit dan David Richardo mengemukakan teori-toeri ekonominya.
Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat
dalam dan pengamatannya terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dan
ilmu dan pengatahuan yang luas. Pasa masa itu Ibnu Khaldun juga hidup
ditengah-tengah mereka, didalam buku yang ditulisnya yaitu Muqaddimah. Ibnu
Khaldun menggemukakan sebuah teori yang disebut model dinamika.
Toori tersebut
memeberikan pandangan yang jelas bahwa semua faktor-faktor dinamika sosial,
moral, politik dan ekonomi meski berbeda tapi saling berhubungan satu dengan
lainnya terhadap kemajuan maupun kemunduran pemerintahan dan masyarakata
didalam sebuah wilayah atau negara. Ibnu Khaldun telah menyumbangkan pemikiran
mengenai teori Produksi, teori Nilai, teori pemasaran dan teori
siklus yang dipadu menjadi teori ekonomi umum yang disusun koheren
dalam kerangka sejarah, menurut Ibnu Khaldun seorang induvidu tidak dapat
memenuhi kebutuhan ekonominya seorang diri melainkan harus bekerjasama dengan pembagian kerja dan specialisasi, dengan
kerjasama yang saling menguntungkan akan didapat produktifitas yang jauh lebih
besar daripada apa yang bisa dicapai oleh induvidu-induvidu seorang diri. Ibnu
Khaldun Wafat di Kairo, Mesir. Pada saat bulan suci Ramadhan tepatnya pada 19
Maret 1406 M.
Ibnu Taimiyah
(Penggagas Ekonomi Makro Islam)
Ibnu Taimiyah adalah seorang pemikir
dan ulama Islam yang berasal dari Kharan,
Turki. Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah lebih banyak pada wilayah Makro Ekonomi.
Seperti, harga yang adil, mekanisme pasar, regulasi harga, uang dan kebijakan
moneter. Menurut Ibnu Taimiyah Fungsi utama uang adalah sebagai alat pengukur
nilai dan sebagai media untuk mempelancar pertukaran barang. Thomas
Greshem, ahli ekonomi dari Inggris telah mengadopsi teori Ibnu Taimiyah
tentang mata uang berkualitas buruk dan berkualitas baik. Menurut Ibnu
Taimiyah, uang berkualitas buruk akan mengalahkan secara tak terkendali uang
yang berkualitas baik. Contoh pada zaman Ibnu Taimiyah adalah peredaran mata
uang tembaga yang mengalahkan mata uang emas dan perak, padahal seharusnya
nilai mata uang emas adalah yang piling tinggi. Fungsi utama uang hanya sebagai
alat tukar dalam transaksi dan sebagai satuan nilai, semua kebijakan tentang
uang yang dibuat pemerintah harus dalam rangka kesejahteraan masyarakat.
M. Umer Chapra (Ekonom
Islam Kontenporer)
Lahir pada tanggal 1 Februari 1933[15]
di Bombay, India. Adalah salah satu ekonom kontenporer muslim yang paling
terkenal di zaman modern ini di timur dan barat. M. Umer Chapra adalah sosok yang memiliki
ide-ide cemerlang tentang ekonomi Islam, telah banyak buku dan artikel tentang
ekonomi Islam yang sudah diterbitkan. Sampai saat ini telah terhitung
sebanyak 11 buku 60 karya ilmiah dan 9
resensi buku. Buku dan karya ilmiahnya banyak diterjemahkan kedalam berbagai
bahasa termasuk juga bahasa Indonesia. Karya-karya M. Umer Chapra yang berupa
buku tersebut banyak dipergunakan sebagai literatur-literatur didunia
pendidikan di beberapa negara didunia. Buku pertamanya, Towards a Just
Monetary System. Buku ini adalah sebagai sala satu fondasi intelektual
dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern. Buku keduanya, Islam
and the Economic Challenge. ditrjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi
Islam dan Tantangan Ekonomi. Dijelaskan oleh beberapa peresensi
bahwa dalam buku ini terdapat analisis brilian dalam kebaikan serta
kecacatan kapitalisme, sosialisme,
dan negara maju serta merupakan kontribusi penting dalam pemahaman Islam bagi
kaum Muslim maupun non-Muslim. Kemudian bukunya berjudul “The Future of
Economic: An Islamic Perspective” atau dalam bahasa Indonesia “Masa
Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam.”. selanjutnya bukunya yang berjudul “Islam
and Economic Development” atau diterjemahkan ke bahasa Indonesia
menjadi “Islam dan Pembangunan Ekonomi”. Buku ini merupakan
perluasan dari paper yang dipresentasikannya di Kairo pada bulan September 1988
dibawah sponsor International Institute of Islamic Though, Herndan,
VA (USA) dan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.” pemikirannya yang tajam dan
kritis terhadap perekonomian juga menjadi inspirasi bagi para ekonom yang
lainnya. karena kosistensinya dalam dunia Islam pada tahun 1989 M. Umer Chapra
mendapatkan penghargaan dari King Faisal Internasional Eword dari Islamic
Deplopment Bank.[16]
Pendapat
M. Umer Chapra terhadap ekonomi Islam, pernah dikatakannya dan didefinisikannya
sebagai berikut: Ekonomi Islam didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan yang
membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia yang berada dalam koridor yang
mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa
perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.
[1]Mahasiswa
Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh konsentrasi Ekonomi Islam.
[3]Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan
atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara
sadar dan berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga
ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat
konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia
dalam kehidupannya
[5]Eksploitasi (bahasa Inggris: exploitation) yang berarti
politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan
terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.
[9]al-Qur’an surat
al-Kahfi ayat 45- 46.
[11]al-Qur’an
surat asy-Syu'araa' ayat 86-89.
[12]al-Qur’an
surat al-Israa' ayat 26-27.
[13]Orang
yang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang
dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.
[14]al-Qur’an surat
an-Nisaa' ayat 5.
[15]Saat ditulis
artikel ini Umer Chapra Berumur 83 tahu (tahun 2016).
[16]M. Umar. Chapra, Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema
Insani Press, 2000.