Selasa, 08 Maret 2016

Ahli Ekonomi Islam

AHLI EKONOMI ISLAM
Oleh: MASRIL, S.Pd.[1]



Menuju Masyarakat Konsumtif

Pada awal abad ke 18 terjadi perubahan sistem Ekonomi masyarakat Eropa yang semua agraris menjadi sistem ekonomi industri. Tenaga hewan dan manusia digantikan oleh mesin sebagai alat produksi, memasuki abad ke 20 para pemilik modal sepenuhnya menguasai perkembangan industri. Struktur bercorak egaliter[2] yang menjadi ciri khas masyarakat agraris sudah terkikis habis, para pemilik modal adalah penguasa dan masyarakat digiring kepada propoganda kapitalis yaitu komsumerisme,[3] membentuk masyarakat agar memiliki dorongan kuat untuk mengkonsumsi secara berlebihan. Keberadaan teknologi juga berperan dalam mendorong pola konsumsi masyarakat menjadi semakin tinggi, meski teknologi diyakini memberikan kualitas hidup yang lebih baik pertumbuhannya sejajar dengan kebutuhan gaya hidup terkini, terlebih lagi iklan ikut mengiring kebutuhanan akan suatu barang bukan lagi pada fungsinya. Gaya hidup dikondisikan bagi setiap orang untuk membeli ilusi-ilusi tentang status, kelas, posisi sosial dan Prestise.[4] Adanya setatus kelas sosial menimbulkan kesulitan hidup yang semakin komplek, persaingan yang semaikn ketat dan menimbulkan rasa cemas yang berlebihan. Sehingga, masyarakat membutuhkan kenyamanan. Kebutuhan rasa nyaman inilah yang dieksploitasi[5]  oleh para kapitalis sebagai tambang emasnya dengan segala pencitraan produk sehingga komsumen menjadi ketagihan dan menjadikan belanja sebagai sarana pelepas ketegangan. Dari sinilah konsumerisme berawal pada akhirnya kecendrungan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak lagi berdasarkan aspek fungsi melainkan dorongan hasrat semata.
Seperti pendapat dari seorang sosiolog Jean Boardiart  nilai tukar dan nilai guna kini telah berganti menjadi nilai lambang atau simbol, ketika seseorang membeli mobil orang sekaligus membeli simbol kemapanan  yang melekat pada mobil tersebut, ketika membeli baju orang juga membeli keparcayaan diri untuk dirinya.
Unsur kecepatan dan pembaharuan menjadi bagian penting dari budaya konsumerisme, pencitraan yang disuguhkan oleh komoditi silih berganti, muncul dan menghilang dalam kecepatan tinggi. Dan manusia tidak seakan resah jika tidak menjadi bagian dari pencitraan tersebut. Terlibat dalam percepatan tersebut merupakan sebuah adiksi[6] yang manfaatnya nyaris tidak pernah dipikirkan kembali. dan dari sinilah muncul Shopaholic[7] sebuah kecendrungan sikap untuk berbelanja secara kompulsip,[8] kecendrungan tersebut juga menimbulkan ketergantungan dimana seseorang hanya  terpenuhi secara emosional jika sudah berbelanja dan membeli barang-barang baru  yang diinginkan yang pada dasarnya sama sekali tidak mereka butuhkan. Shopaholic sebagai sebuah kebiasaan sering kali menimbulkan masalah bagi seseorang, pengindap Shopaholic sering kali mengalami pertentangan batin ketika mereka tidak dapat menahan diri untuk membeli barang-barang yang belum tentu mereka akan butuhkan di kemudian hari. pengindap Shopaholic sering kali kewalahan untuk memenuhi hasratnya dalam membeli barang-barang terbaru. Kesadaran mengenai manfaat atau fungsi suatu barang baru mereka rasakan ketika mereka sudah meninggalkan pusat pembelanjaan. Pertentangan batin tersebut semakin nampak ketika mereka tidak tahu apa yang harus mereka harus lakukan dengan barang-barang yang mereka miliki
Evroe Bensen, seorang psikiolog dari Amerika Serikat mengunggkap temuannya  menarik sembilan dari sepuluh wanita mengalami Shopaholic atau kecanduan belanja. Orang-orang yang mengalami kecanduan belanja sering kali merasa cemas, gelisah dan depresi ketika keinginannya berbelanja atau membeli suatu barang tidak kesampaian. Evroe Bensen mengklasifikasi bebarapa penyebab seseorang menjadi pecandu belanja. Secara kejiwaan ia mengalami masa kecil yang kurang bahagia, merasa di tolak, kurang diperhatikan dan tak mendapatkan apa yang diinginkan. Ketika dewasa dan memiliki kehidupan finansial yang memadai orang-orang ini mulai melepaskan ketegangan yang dialami waktu kecil.

Shopaholic Dilihat Dari Sisi Islam
  Shopaholic juga timbul dari kekeliruan kita dalam memahami kehidupan dunia misi dan urgensinya sehingga memunculkan kecendrungan duniawi. Padahal dalam al-Qur’an dijelaskan:

Artinya: “(45) dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. (46) harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”[9]

Dalam kandungan Ayat diatas Allah menegaskan bahwa nikmat dunia lebih rendah tingkatannya dibanding dengan nikmat yang Allah diberikan diakhirat. dalam surat tersbut disebutkan bahwa harta dan anak-anak adalah perhiyasan kehidupan di dunia. Namun, amalan-amalan shaleh lebih naik pahalanya di akhirat kelak. Islam melarang kita untuk berlomba-lomba hanya mencari kehidupan dunia.
Rasulullah SAW bersabda: “Demi Allah bukanlah kefakiran yang aku takutkan pada kalian akan tetapi yang aku khawatirkan dimudahkan kalian dalam mendapat  kehidupan dunia, sebagaimana orang-orang terdahulu dimudahkan dalam mendapatnya, lalu kalianpun berlomba-lomba untuk mendapatkannya sebagaimana dulu mereka berlomba-lomba untuk mendapatkanya, sehingga kalianpun akan dibinasakan olehnya, sebagaimana mereka dibinasakan olehnya”.
Ada beberapa cara agar kita tidak terjebak oleh nafsu mengejar kenikmatan dunia  diantaranya yaitu: jangan menanamkan rasa cinta yang berlebihan kepada dunia di dalam hati. Sebab itu akan membuat hati kita lalai untuk mencari bekal kehidupan akhirat dan selalu sibuk dengan urusan dunia. Ahmad ibnu Hambal pernah ditanya; mungkinkah seseorang dikatakan sebagai orang yang zuhud sedang dia memiliki uang seribu dinar?, beliau menjawab. “mungkin saja dan tanda-tandanya adalah jika uangnya bertambah dia tidak bergembira dan jika uangnya berkurang diapun tidak bersedih.”
Imam Bukhari Juga meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, suatu ketika Rasulullah SAW menepuk bahuku, kemudian bersabda. “hiduplah didunia seolah-olah engkau orang yang asing atau orang yang sedang dalam perjalanan” lalu perlu juga kita inggat akan kematian dan kedahsyatan hari kiamat, niat yang ikhlas dan imam yang kuat untuk konsisten dijalan Allah ini niscaya akan membuat kita tidak tergoda dengan aneka kenikmatan dunia bahkan membuat kita menjadi lebih khusuk dalm beribadah kepada Allah dan bersemangat dalam menjalankan segala perintahnya.
Cara lainnya adalah dengan melakukan muzakarah,[10] melihat dunia dengan mata hati. Andai ini dilakukan. maka, nikmat-nikmat dunia akan kita dapati hanya sebagai cobaan, dalam menjalani kehidupan dunia penuh kesederhanaan. Karena harta didunia tidak ada artinya suatu saat nanti. seperti doa Nabi Ibrahim dalam al-Qur’an:           

Artinya: (87) dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (88) (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, (89) kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” [11]

Seorang pecandu belanja jelas sekali ia terjebak dalam sikap boros yang dilarang oleh Islam. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:    

Artinya: (26) “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”[12]

Jika ada seorang muslimah Shopaholic, Iapun perlu dinasehati untuk menetapkan sikap Zuhud dalam hatinya yaitu,  sikap yang tidak terlalu fokus mengejar dunia.
Syech Yusuf al-Qardawi dalam laman resminya menyebukan sikap rakus berbelanja menghabiskan uang sangat dikejam dalam Islam hukumnyapun haram dilakukan, meskipun uang tersebut hasil jerih payahnya sendiri. Konsep kepemilikan harta yang berlaku dalam islam, pada dasarnya uang yang dimiliki bukanlah kepunyaan pribadi secara mutlak, harta itu hanyalah titipan, ada hak orang lain disebagian harta itu dan pengaturaanya terdapat dalam al-Qur’an:       

Artinya: “dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,[13] harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”[14]

Syech Yusuf al-Qardawi yang menjabat ketua perhimpunan ulama sedunia itu mengatakan, bukan berarti islam melarang berbelanja. Tetapi, yang ditekankan ialah pentingnya prinsip keseimbangan. Artinya berbelanja boleh-boleh saja tetapi tidak mengahambur-hamburkan uang, disisi lain keseimbangan itu juga melarang sikap terlalu irit hingga menyulitkan diri sendiri. Begitulah Islam mengatur segala sesuatunya teramsuk dalam hal ekonomi.

Ahli Ekonomi Islam   
          Islam memeberikan kontribusi penting dalam perkembangan ilmu di dunia salah satunya dalam ekonomi, beberapa teori dan konsep tentang ilmu ekonomi disaat ini lahir dari pemikir dunia Islam berikut diantaranya:

Ibnu Khaldun (Peletak Dasar Ekonomi Islam)
         Abu Zayd Abdul Rahman Bin Khaldun Al-Hadrami atau sering disebut Ibnu Khaldun, lahir di Tunisia pada 27 Mei  1332 M. Ibnu Khaldu di kenal sebagai bapak ekonomi Islam karena pemikirannya tentang teori-teori ekonomi yang logis dan realistis. Jauh sebelum Adam Smit dan David Richardo mengemukakan teori-toeri ekonominya. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam dan pengamatannya terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dan ilmu dan pengatahuan yang luas. Pasa masa itu Ibnu Khaldun juga hidup ditengah-tengah mereka, didalam buku yang ditulisnya yaitu Muqaddimah. Ibnu Khaldun menggemukakan sebuah teori yang disebut model dinamika.
           Toori tersebut memeberikan pandangan yang jelas bahwa semua faktor-faktor dinamika sosial, moral, politik dan ekonomi meski berbeda tapi saling berhubungan satu dengan lainnya terhadap kemajuan maupun kemunduran pemerintahan dan masyarakata didalam sebuah wilayah atau negara. Ibnu Khaldun telah menyumbangkan pemikiran mengenai teori Produksi, teori Nilai, teori pemasaran dan teori siklus yang dipadu menjadi teori ekonomi umum yang disusun koheren dalam kerangka sejarah, menurut Ibnu Khaldun seorang induvidu tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya seorang diri melainkan harus bekerjasama dengan  pembagian kerja dan specialisasi, dengan kerjasama yang saling menguntungkan akan didapat produktifitas yang jauh lebih besar daripada apa yang bisa dicapai oleh induvidu-induvidu seorang diri. Ibnu Khaldun Wafat di Kairo, Mesir. Pada saat bulan suci Ramadhan tepatnya pada 19 Maret 1406 M.

Ibnu Taimiyah (Penggagas Ekonomi Makro Islam)
     Ibnu Taimiyah adalah seorang pemikir dan ulama  Islam yang berasal dari Kharan, Turki. Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah lebih banyak pada wilayah Makro Ekonomi. Seperti, harga yang adil, mekanisme pasar, regulasi harga, uang dan kebijakan moneter. Menurut Ibnu Taimiyah Fungsi utama uang adalah sebagai alat pengukur nilai dan sebagai media untuk mempelancar pertukaran barang. Thomas Greshem, ahli ekonomi dari Inggris telah mengadopsi teori Ibnu Taimiyah tentang mata uang berkualitas buruk dan berkualitas baik. Menurut Ibnu Taimiyah, uang berkualitas buruk akan mengalahkan secara tak terkendali uang yang berkualitas baik. Contoh pada zaman Ibnu Taimiyah adalah peredaran mata uang tembaga yang mengalahkan mata uang emas dan perak, padahal seharusnya nilai mata uang emas adalah yang piling tinggi. Fungsi utama uang hanya sebagai alat tukar dalam transaksi dan sebagai satuan nilai, semua kebijakan tentang uang yang dibuat pemerintah harus dalam rangka kesejahteraan masyarakat.

M. Umer Chapra (Ekonom Islam Kontenporer)
Lahir pada tanggal 1 Februari 1933[15] di Bombay, India. Adalah salah satu ekonom kontenporer muslim yang paling terkenal di zaman modern ini di timur dan barat.  M. Umer Chapra adalah sosok yang memiliki ide-ide cemerlang tentang ekonomi Islam, telah banyak buku dan artikel tentang ekonomi Islam yang sudah diterbitkan. Sampai saat ini telah terhitung sebanyak  11 buku 60 karya ilmiah dan 9 resensi buku. Buku dan karya ilmiahnya banyak diterjemahkan kedalam berbagai bahasa termasuk juga bahasa Indonesia. Karya-karya M. Umer Chapra yang berupa buku tersebut banyak dipergunakan sebagai literatur-literatur didunia pendidikan di beberapa negara didunia. Buku pertamanya, Towards a Just Monetary System. Buku ini adalah sebagai sala satu fondasi intelektual dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern. Buku keduanya, Islam and the Economic Challenge. ditrjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi  Islam dan Tantangan Ekonomi. Dijelaskan oleh beberapa peresensi bahwa dalam buku ini terdapat analisis brilian dalam kebaikan serta kecacatan kapitalismesosialisme, dan negara maju serta merupakan kontribusi penting dalam pemahaman Islam bagi kaum Muslim maupun non-Muslim. Kemudian bukunya berjudul The Future of Economic: An Islamic Perspective” atau dalam bahasa Indonesia “Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam.”.  selanjutnya bukunya yang berjudul Islam and Economic Development” atau diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi  “Islam dan Pembangunan Ekonomi”. Buku ini merupakan perluasan dari paper yang dipresentasikannya di Kairo pada bulan September 1988 dibawah sponsor International Institute of Islamic Though, Herndan, VA (USA) dan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.” pemikirannya yang tajam dan kritis terhadap perekonomian juga menjadi inspirasi bagi para ekonom yang lainnya. karena kosistensinya dalam dunia Islam pada tahun 1989 M. Umer Chapra mendapatkan penghargaan dari King Faisal Internasional Eword dari Islamic Deplopment Bank.[16]
Pendapat M. Umer Chapra terhadap ekonomi Islam, pernah dikatakannya dan didefinisikannya sebagai berikut: Ekonomi Islam didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.


  




[1]Mahasiswa Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh konsentrasi Ekonomi Islam.
[2]Egalieter adalah bersifat sama; sederajat.
[3]Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya
[4]Prestise adalah wibawa (perbawa) yang berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang.
[5]Eksploitasi (bahasa Inggrisexploitation) yang berarti politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutankeadilan serta kompensasi kesejahteraan.

[6]Adiksi adalah kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat.
[7]Shopaholic adalah keinginan belanja secara berlebihan.
[8]Kompulsip adalah sesuatu yang bersifat mendorong aatu bersifat memaksa.
[9]al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 45- 46.
[10] muzakarah adalah pertukaran pikiran tentang suatu masalah.
[11]al-Qur’an surat asy-Syu'araa' ayat 86-89.
[12]al-Qur’an surat al-Israa'  ayat 26-27.

[13]Orang yang belum sempurna akalnya  ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.
[14]al-Qur’an surat an-Nisaa' ayat 5.
[15]Saat ditulis artikel ini Umer Chapra Berumur 83 tahu (tahun 2016).
[16]M. Umar. Chapra, Sistem Moneter Islam.  Jakarta: Gema Insani Press, 2000.