Selasa, 15 Desember 2015

Agama Dalam Kehidupan Manusia

AGAMA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Pengantar Antropologi Agama



RESUME
BUKU KARANGAN BUSTANUDDIN AGUS


Judul : AGAMA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Pengantar Antropologi Agama
Penulis : Prof. Bustanuddin Agus,
Tahun: 2006
Tempat: Jakarta
Penerbit : Raja Grafindo Persada.





OLEH
MASRIL




PENGANTAR[1]

Fenomena beragama dalam kehidupan manusia adalah fenomena yang universal, unik, dan masih penuh misteri, sekalipun hanya percaya kepada hal yang gaib, sakral, atau melakukan ritual, Mengalami kehidupan transendental[2]. Ekpresi relegius telah ada dikalangan masyarakat primitif maupun modern. dalam masyarakat primitif, kehidupan agama merupakan sistem sosial budaya; sedangkan dalam masyarakat modern, kehidupan agama hanyalah salah satu aspek saja dari kehidupan sehari-hari. Sungguhpun demikian, tidak ada aspek kebudyaan lain selain  agama yang pengaruh dan implikasinya sangat luas terhadap kehidupan manusia. Tidak mengherankan kalau dikatakan agama mewarnai dan membentuk suatu budaya.
Antropologi mempelajarai manusia dan budayaanya. Antropologi bertujuan memahami objek yang dikaji secara totalitas, dari masa lalu yang lebih awal dari kehidupan manusia sampai sekarang, memahami manusia sebagai eksistensi biologis dan kultural. Antropologi mencoba menyikap asal-usul, perkembangan, perubahan, saling hubungan, fungsi dan arti dari fenomena manusia. Dengan demikian, budaya dipandang sebagai kata kunci untuk memahami perilaku manusia. Oleh karena itu, kajian antropologi terhadap agama juga harus bersifat universal, empirik, perbandaingan dan objektif (universality, empiricism, comparison, objectivity). (Malefijt 1963:1-4, Beals, Hoijer dan beals 1977:1-22, Koentjaraninggrat 2000:1-48).
Manusia dan masyarakat tidak bisa hidup hanya mengandalkan fisik dan otaknya saja tapi keyakinan dan rohani perlu mendapatkan tempat yang baik. Penulis buku menawarkan kepada pembaca bahwa Buku ini melakukan pendekatan “Antropologi relegius” yakni mengkaji Fenomena budaya yang sejalan dengan Agama itu sendiri bukan “Antrophology of  Religion” yang banyak dilakukan para peneliti Budaya yakni memahami fenomena Budaya itu dari sisi yang bertentangan dengan agama.

A.     Defenisi Agama
Dalam hal ini Defenisi dan Teori berbeda satu sama lain. Defenisi hanya menjelaskan sesuatu yang didefenisikan tanpa mengkaitkan dengan yang lain sedangkan teori adalah menjelaskan hubungan sebab akibat, pengaruh mempengaruhi atau  hubungan antar variabel terkait (dependen) dengan variabel bebas (independen) dibawah ini akan dijelaskan defenisi dari Agama.

Defenisi Agama menurut Para Ahli.

1.   Edwar Burnet Tylor (1832-1917)
Tylor adalah orang Inggris yang ahli Folklor, sastra dan peradaban yunani dan romawi klasik. Pendapatnya mengenai agama adalah sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berpikir, bertindak dan merasakan sama dengan manusia.
2.   Lucien Levy-Bruhl (1857-1945)
Levy-Bruhl ahli sejarah dan filsafat dari Prancis berpendapat bahwa agama adalah pandangan dan jalan hidup primitif. Agama, sebagaimana halnya magi, tidak logis dan tidak rasional. Sehingga agama tidak akan pernah mampu mengantarkan kehidupan kepada kemajuan.
3.   James George Frazer (1854-1941)
George Frazer pengagum sekaligus murid Tylor berasal dari Skotlandia. Perpendapat bahwa agama adalah ketergantungan atau kepercayaan kepada kekuatan Supernatural.
4.   Radcliffe-Brown (18881-1955)
 Agama adalah ekspresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaran terhadap ketergantungan kepada suatu kekuatan di luar diri kita yang dapat dinamakan dengan kekuatan spiritual atau moral.
5.   Mircea Eliade (1907-1986)
Agama adalah sesuatu yang Independen dan otonomi, tidak bisa dipengaruhi oleh bidang apapun sekalipun itu ada hubungannya dengan kepercayaa.
6.   Edwar E.E. Evan-Pritchard (1902-1972)
Ahli Antropologi kebangsaan Inggris dan seorang anak pendeta dia perpendapat agama adalah suatu pandangan hidup yang dijalani oleh setiap orang yang bersifat mistis atau ruh sehingga seseorang bisa selamat didunia dan akhirat.
7.   Clifford Geertz (Lahir 1926)
Ahli Antropologi kebangsaan Amerika yang banyak mengetahui tentang  Islam di Indonesia. Geertz mendukung pendekatan fenomenologis[3] dalam mengkaji agama dan kebudayaan. Ia mendefenisikan Agama adalah sesuatu yang mendatangkan suasana hati yang mantap dan motivasi yang kuat serta bertahan lama untuk mencapai tujuan hidupnya.

BAgama dan Tantangan Kehidupan
Manusia hidup dihadapkan kepada tantangan dan bahaya. Tantangan dan bahaya itu bisa datang dari alam sekitar dan dapat pula datang dari manusia lain. Tantangan dari alam sekitar seperti musim dingin dan musim panas, binatang buas, hama tanaman, topan dan badai, kekeringan, banjir, gempa bumi, tanah longsor dan lain sebagainya. Tantangan dari manusia lain, seperti perebutan kekayaan sumber daya alam yang terbatas, ancaman dan intimidasi, fitnah, iri hati dari oarang lain sampai pembunuhan dan peperangan serta penyakit. Pada masyarakat primitif secara umum kematian dan dan penyakit adalah sebagai tantangan kehidupan yang dianggap paling besar. Disisi lain bagi masyarakat modern tantangan paling besar itu adalah kecelakaan karena pamakaian alat-alat indutri dan beberpa bencana alam. Bertikut ini akan di jelaskan dengan baik bagaimana kiat-kiat yang diajarkan oleh agama dalam menghadapi kegagalan, meghadapi penyakit, menghadapi bencana alam, menghadapai kematian dan menghadapi tindakan kejahatan.

         1Agama dan Kegagalan
Untuk mengawali pembahasan ini mari kita memahami terlebih dahulu bagaimana yang dimaksud dengan kegagalan. Istilah kegagalan dipakaikan kepada tidak tercapainya apa yang ingin dicapai oleh seseorang atau sekelompok manusia.
Masyarakat primitif dan masyarakat beragama tidak mengantungkan nasibnya kepada usaha dan kekuatanya sendiri semata. Ada kekuatan lain diluar diri dan alam semesta ini yang berkuasa dan menentukan.
Dalam kepercayaan agama keharingan suku dayak ada kekuatan gaib yang dinamakan Raja sial yang mendatangkan kesialan dan raja Hantuen yang merupakan sumber kerusuhan yang menggangu dan merusak manusia. Untuk mengatasinya maka harus ditingkatkan penyembahan dan sesajen. Lain halnya dengan agama Hindu dalam mengatasi kegagalan terutama mengenai kegagalan yang disebabkan oleh manusia karena ada hukum karma pala. Cepat atau lambat yang berbuat jahat akan mendapatkan balasanya.bahkan sampai matipun mereka akan mesarakan bentuk dari reinkarnasi yang lebih hina.
Dalam agama suku nuer di Sudan untuk mengatasi kegagalan dengan cara memperkuat ilmu sihir karena dengan kuatnya ilmu sihir maka kegagalan tidak akan bisa datang pada diri kita dan keluarga.
Kemudain dalam Islam kegagalan dipahami dengan dua sisi. Pertama: kegagalan dianggap sebagai kemarahan dan teguran tuhan. Kedua: diyakini sebagai cobaan dari tuhan untuk mrnguji tingkat keiman sesorang. Namun, tidak cukup sampai disitu karena didalam Agama Islam ada banyak Mazhab atau sekte maka dalam hal ini berbeda pula pandangan mereka terhadap kegagalan tersebut. Seperti paham Jabariah. Mengajarkan bahwa apapun yang terjadi pada manusia adalah takdir dan ketentuan tuhan belaka. Sebaliknya, Qadariah memberikan pemahaman bahwa segala kegagalan adalah konsekuensi dari kepatuhan mereka terhadap sunnatullah yakni hukum alam dan hukum kehidupan. Aliran salafi percaya sepenuhnya kepada apa yang terjadi adalah ketentuan dari Allah tetapi manusia harus berusaha dengan maksimal.    
                                                                                                                                                                                                                  2.  Agama dan Penyakit
Penyakit adalah penderitaan yang hampir dialami oleh semua manusia. Ada penyakit yang diderita dalam waktu panjang adapula dalam waktu singkat. Pendekatan ilmiah mengenai penyakit dilakukan dengan menggaju kepada kamajuan teknologi kedokteran dan ilmu pengetahuan, diagnosa penyakit, operasi dan alat-alat pengobatan.
Budaya Primitif memahami penyakit yang diderita karena pengaruh ruh jahat karena kemurkaan ruh atau kemurkaan dewa tertentu. Oleh karena itu perlua ada pemangkalnya yakni dukun (orang pintar/shaman) atau memberikan tumbal atau sesajean yang taklupa pula dengan diiringi jampi-jampi. Penyakit yang disebabkan karena gangguan ruh adakalnya karena: Pertama. Disebabkan perilaku. sahalat sipelaku sendiri seperti memasuki tempat terlarang. Kedua. Disebabkan karena orang lain yang tidak senang kepadanya kemudian orang tersebut mengunakan ilmu magi untuk menyihir orang tersebut. Ketiga: Serangan dari ruh jahat itu sendiri.
Dalam ajaran islam mengajarkan kiat menghadapi penyakit degan kepercayaan Allah sebagai yang menyembuhkan sehingga perlu berdoa dan yakin kepada bantuan-Nya. Melaksanakan shalat dalam waktu yang telah ditentukan. Puasa dan ibadah lainnya juga berpengaruh dalam menigkatkan kesehatan. Shalat Tahajjud juga dapat meningkatatkan ketahanan tubuh ini dapat dibuktikan oleh penelitian ilmiah[4]. Dan juga dapat meningkatkan Induvidu dalam menanggulangi masalah yang dihadapi. Perspektif ahli Atropologi berpandangan keseluruhan ajaran dan sistem budaya beliau berpengaruh positif dalam menunjang kesehatan.

      3. Agama dan Bahaya
Bahaya dan musibah bisa saja datang secara tiba-tiba, kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, tabrakan mobil, jatuh pesawat dan lain sebagainya.
Agama dan budaya primitif tetap menghubungkan semua bahaya dan musibah yang dialami manusia dengan kekuasaan supranatural. Ajaran dalam gama Hindu menjarkan adanya dewa perusak dalam tiga dewa utama, yaitu dewa Syiwa. Dalam agama Budha bencana alam adalah hal yang biasa dan akibat dari kerakusan manusia dan keegoisan manusia karena alam juga selalu berubah (dhukkha) atau tidak kekal juga berlakunya hukum sebab akibat. Dengan adanya musibah dan bahaya ini maka diharapkan umatnya mampun membersihkan jiwa (Atman).
Dalam bangsa Iran sebelum Islam, Zoroaster, percaya kedalam dualisme tuhan baik dan tuhan jahat atau tuhan cahaya dan tuhan kegelapan. Pandangan Kong Hu Chu bahwa alam dibangun atas moral. jika moral masyarakat telah rusak akan muncul pula kerusakan dalam tatanan alam maka datanglah bahaya dan musibah yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Kemudian agama pada suku Neur di Afrika memahami musibah yang besar sampai pada kematian yang menimpa mereka bahwa tuhan Kwoth Nhial mengambil kembali miliknya.
Dalam islam dengan didasari iman kepada Allah bahwa segala sesuatu apapun yang terjadi ada hikmahnya karena semua yang terjadi harus sesuai dengan Izin Allah dan sesuai dengan ketentuanya. Secara luas Adapula yang memaknainya sebagai peringatan tuhan dan hukum-Nya terhadap dosa dan kedurhakaan yang dilakukan umat seperti diungkapkan dalam kisah Nabi Nuh, Luth dan nabi musa dengan kaumnya yang terdapat didalam al-Qur’an. Bagi orang yang beriman masa depan ditatap dengan penuh optimis karena Allah Mahatahu dengan tekad dan perjuangan hamba-Nya dan Dia Mahaadil yang membantu hambanya yang sunguh-sunguh. Karena kalau ajal datang, tidak dapat dimajukan dan dimundurkan sedetik pun.

     4.  Agama dan Kematian
Kematian pasti akan dialami oleh semua makhluk hidup. Setiap agama memberikan ajaran bagaimana memahami kematian dan menghadapinya.
Bangsa Primitif memahami kematian juga berbeda satu sama lain. Mereka melakukan semacam ritual dalam rangka kematian. Mereka mengkaitkan kematian dengan pembalasan kehidupan di dunia atau kehidupan sebelumnya. kecendrunganya terdapat dua hal mengenai kematian ini bagi bangsa primitif yaitu: Pertama: ruh orang yang telah meninggal betul-betul meniggalkan masyarakat tempat dia hidup selama ini. Kedua: Kepercayaan bahwa ruh orang yang meninggal tetap aktif dalam kehidupan karib kerabat dan masyarakat selama ini dimana dia tinggal.
Dalam agama Hindu memahami kematian adalah proses yang di lalui oleh ruh manusia dalam perjalanan reinkarnasinya. Setelah mati dia akan bereinkarnasi sesuai dengan apa yang dilakukan selama didunia, jika baik yang dia lakukan dunia maka dia akan diciptakan dengan bentuk dan dimensi yang lebih baik dan berlaku pula sebalikya, maka dia akan dihidupkan kembali dengan bentuk yang lebih hina dari sebelumya. Akhirnya jasad si mayat akar dibakar dan abunya dilemparkan kedalam laut untuk memulai reinkarnasi hingga kehidupan abadi.
Agama samawi mengajarkan manusia bahwa mati adalah ketika ruh dan jasadnya sesorang telah berpisah. Orang yang mati tidak dapat kembali kekehidupan dunia. Kematian adalah salah satu dari lima alam yang harus dilewati oleh manusia dengan Surga dan neraga menunggu manusia sebagai balasan atas segala perbuatan yang dia lakukan didunia walaupun memanng ini kan terjadi setelah datang nya hari kiamat.
Peringatan (Haul) kematian dalam jangka waktu tertentu, seperti tujuh hari, empat puluh hari dan seratus hari dari kematian adalah berhubungan dengan penataan masyarakat dalam ekonomi.
Lain halnya dengan pandangan kalangan wahabi mengenai kematian di Arab Saudi. Segala bangunan dan upacara berlebihan terhadap mayat, walaupun mayat pemimpin, mereka berantas dengan keras. Kuburan para sahabat nabi di Mekkah dan Madinah tidak ada yang dibagun. Batu nisanya tidak tertulis tentang siapa yang dimakamkan di setiap kuburan.

     5.  Agama dan Tindak Kriminal
Kriminalitas menurut bahasa adalah sama dengan kejahatan (pelanggaran yang dapat dihukum) yaitu perkara kejahatan yang dapat dihukum menurut Undang-Undang. Sedangkan pengertian kriminalitas menurut istilah diartikan sebagai suatu kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran hukum positif (hukum yang berlaku dalam suatu negara)[5].
Kejahatan selalu dihadapi oleh manusia baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. di Indonesia sendiri kejahatan korupsi termasuk tinggi di dunia.
Marxisme dan Thomas Hobbes memandang manusia punya pembawaan jahat. Supaya pembawaan jahat itu tidak  membahayakan orang lain maka negara harus mengatur tindakan dan kreativitas manusia.
Agama primitif mangajarkan berbagai taboo[6] dan aturan yang harus dipatuhi dalam kehidupan sehari-hari . pelanggaran terhadap hal taboo ini dikaitkan dengan kehendak dan sanksi supranatural. Maka dengan aliran kebatinan dan budi luhur serta moral sebagai peangkalnya.
Agama Kong Hu Chu dan agama Budha lebih merupakan kumpulan ajaran moral dari pada ajaran kepada tuhan. Dalam Agama Hindu mengajarkan norma moral dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan mengkaitkan pelanggaranya dengan sanksi Karma Pala dan Reinkarnasi.
Agama samawi seperti Yahudi lebih menonjolkan aspek moral dan hukumnya dari pada aspek spiritual. Agama Kristen sebaliknya lebih menonjolkan aspek spiritualnya dalam menanamkan nilai moral. sedangkan Agama islam secara komplek mengajarkan akhlak terhadap diri sendiri, terhadap orang lain terhadap Flora dan Fauna serta akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya. Aspek akhlak dalam islam di kongkretkan menjadi Hukum seperti Hukum Jinayah. Sehingga pelanggarnya tidak hanya terdapat dosa dan masuk neraka di akhirat nanti tapi didunia juga akan dihukum dengan hukum islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist.



PENUTUP

      Secara Rasional Bahaya, ancaman, kegagalan, kematian dan lain sebagainya  adalah sesuatu yang akan terjadi dalam kehidupan manusia. Walaupun memang banyak hal yang terjadi dalam dunia ini masih misteri penyebabnya tapi ini adalah mengenai keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh manusia dalam menyikap tabir dari kejadi tersebut. Seperti ilmu pengetahuan ilmiah itu sangat dekat dengan hukum  relatif karena bisa jadi saat ini itu benar tapi dimasa yang akan datang itu salah. Hanya Allah yang mutlak.
Dalam Islam ketika usaha sudah maksimal dilakukan, seorang muslim akan memiliki ketahanan yang kuat atas apa yang akan terjadi setelahnya karena hanya ada satu yang mutlak menentukan apapun yang akan terjadi di dunia ini yaitu Allah swt. Kedudukan atau jabatan dimaknai sebagai cobaan yang diberikan oleh Allah sehingga mejadikanya lebih hati-hati sehingga tidak menyebabkannya sombong dengan trus manatap masa depan penuh dengan optimisme.
Adapun ajaran agama yang melemparkan tanggung jawab kepada orang alain atau ruh atau makhluk halus walaupun memang berfungsi untuk menanggulangi stres tapi tidak lah mamapu untuk mendorong jalannya roda pembangunan dengan segenap aspeknya.
Selain persoalan bagaimana memahami bahaya, kegagalan dan kematian, masalah lian yakni bagaimana menekan tingkat kejahatan juga sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Kriminalitas adalah ancaman yang mengorbankan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Kekuatan moral dan hukum harus ditunjang dengan pendekatan keyakinan kepada tuhan dan aspek spiritualias.







[1]Penulis buku AGAMA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA Pengantar Antropologi Agama adalah Bustanuddin Agus, bukunya Diterbitkan pada tahun 2006 di Jakarta oleh PT: Raja Grafindo Persada. Penulis Buku ini Adalah Guru besar dalam bidang Sosiologi agama Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas Padang.   
[2]Transendental secara harafiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan transenden atau sesuatu yang melampaui pemahaman terhadap pengalaman biasa dan penjelasan ilmiah. Hal-hal yang transenden bertentangan dengan dunia material. Dalam pengertian tersebut, filsafat transendental dapat disamakan dengan metafisika. Bahkan Immanuel Kant menggunakan kata transendental ketika menyebut transendental aplikasi prinsip dasar dari pemahaman murni yang melampaui atau mengatasi batas-batas pengalaman.  Dalam skolatisme, transendental bersifat superkategoris.  Dikatakan seperti itu karena cakupan hal transendental lebih luas daripada kategori-kategori tradisional dari filsafat skolastik yaitu forma atau bentuk dan materi, aksi, potensi, dsb.Hal-hal transendental mengungkapkan ciri universal dan adiinderawi dari yang ada. Tanda-tanda tersebut ditangkap melalui intuisi yang mendahului pengalaman apapun. Dalam filsafat neo-skolastik, transendenmenunjukkan eksistensi yang mengatasi kegiatan berpikir, kesadaran, dan dunia. Sedangkan kata transendental menunjuk konsep yang karena sifatnya universal melampaui kategori-kategori atau tidak dapat diperas ke dalam satu kategori saja.  Konsep eksiten itu sendiri dan konsep mengenai atribut hakiki yang termasuk eksisten disebut sebagai transendental.  (Pe-resume).
[3]Suatu pendekatan yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap suatu permasalahan dengan melihat pada permasalahan-permasalahan yang muncul pada saat itu dengan tidak melihat substansi dari suatu permasalah yang sedang berlangsung.
[4] Hasil penelitian Muhammad Sholeh yang berjudul “penggaruh shalat Tahajjud terhadap peningkatan perubahan response ketahanan tubuh imunologik: suatu pendekatan Psiko-neuro Imunologi” pada tahun 2001 yang diterbitkan oleh pustaka pelajar di Yogyakarta.
[5] Dalam hal ini karena tidak terdapat pengertian kriminal secara rinci dalam buku maka pe-resume yang membuat defenisinya sesuai dengan: https://id.wikipedia.org/wiki/Pidana diakses pada tanggal 8 Desember 2015 Pukul, 11:22.
[6]Taboo/Tabu atau pantangan adalah suatu pelarangan sosial yang kuat terhadap kata, benda, tindakan, atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu kelompok, budaya, atau masyaraka. https://id.wikipedia.org/wiki/Tabu diakses pada tanggal 8 Desember 2015 Pukul, 11:24.

Senin, 14 Desember 2015

Akar Persoalan Teologi Dalam Islam



PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Teologi islam juga sering disebutkan ilmu kalam ialah salah satu ilmu yang penting dalam memahami segala permasalahan dalam agama islam terutama mengenai akidah atau tentang ketuhanan setelah Nabi wafat.
Setelah Nabi wafat umat islam mulai terlihat benih-benih perpecahan baik secara kenegaraan maupun secara pemahaman mengenai agama terutama dalam hal-hal menyangkut ketuhanan atau teologi.
Masa Khulafaurrasyidin masalah ini mulai naik kepuncaknya terutama pada akhir kepemimpinan Utsman bin Affan. Setelah Utsman bin Affan Wafat kemudian tongkat kepemimpina islam dipegang oleh Ali bin Abithalib. secara khusus Pada masa Ali bin Abithalib inilah sebagai puncak tertinggi dari pertentangan umat islam.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, terdapat berbagai aliran  pemikiran kalam. Menurut Nurcholis Madjid, dalam bukunya yang berjudul Khazanah Intelektual Islam,[1] Mu’tazilah merupakan pendiri ilmu kalam yang sebenarnya dalam islam walaupun mememang diawali oleh pertentangan politik antara Ali bin Abi Thalib dan Mu‘awiyah bin Abi Sufyan yang menyebabkan mencuatnya pertentangan-pertentangan teologis di kalangan umat Islam akibat dari itu muncullah aliran teologi yang pertama dalam sejarah Islam, yaitu Khawarij. Sengketa tentang kekhalifahan bukanlah sekedar perjuangan dinasti semata tapi lebih dari itu adalaha Isu-isu keagamaan kunci tertanam di dalamnya[2].
Dalam perkembangan aliran-aliran teologi[3] dalam islam tersebut terdapat begitu banyak jenis, ragam dan mempunyai corak sendiri-sendiri dan biasanya setiap golongan akan mengkafirkan gologan yang lainnya yang tidak sesuai dengan ajaran yanag golongan mereka jalankan. Menyangkut hal ini kita menginggatkan bahwa Islam tidak akan kuat kalau umat islam sendiri tidak bersatu padu untuk meneggakkan hukum Allah. Walaupun memang dalam ilmu pengetahuan Perbedaan harus dipandang sebagai suatu realitas sosial yang fundamental[4],  secara positif kemungkinan juga akan menghasilkan sesuatu yang baik tentunya tidak melanggar hukum tertinggi dalam islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist.
Ilmu kalam merupakan respons terhadap Filsafat Yunani dan ajaran-ajaran diluar Islam itu. Dengan kata lain, ilmu kalam menjadi fakta yang menunjukkan adanya sense of social dari para pemikir Islam maka muncullah teologi islam dengan permasalahan-permasalahanya kemudian hari.[5]
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan kajian mendalam mengenai “INTI PERMASALAHAN TEOLOGI DALAM ISLAM”. Hal ini disebabkan karena begitu pentingnya pemahaman umat mengenai teologi dalam agama islam.

B.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengambil masalah yang akan dibahas dalam makalah  ini adalah:
1.      Bagaimana Sejarah dan munculnya permasalahan Teologi dalam Islam?
2.      Bagaimana proses munculnya Golongan-golangan atau aliran-aliran dalam Teologi dalam islam?
3.      Apa inti permasalahan Teologi dalam islam?
                                     
C.       Metode Penelitian
Sesuai dengan Latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas maka penulis akan melakukan studi analisis kepustakaan[6] dengan mengunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh social yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitaif[7]
Sogiono menyimpulkan bahwa metode penelitian kulitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[8]
Penelitian kualitatif berusaha untuk mengangkat secara ideografis berbagai fenomena dan realitas sosial. Pembangunan dan pengembangan teori sosial khususnya sosiologi dapat dibentuk dari empiri melalui berbagai fenomena atau kasus yang diteliti. Dengan demikian teori yang dihasilkan mendapatkan pijakan
yang kuat pada realitas, bersifat kontekstual dan historis. Metode penelitian kualitatif membuka ruang yang cukup bagi dialog ilmu dalam konteks yang berbeda, terutama apabila ia difahami secara mendalam dan “tepat”. Dalam kaitan ini, serangkaian karakter, jenis dan dimensi dalam metode kualitatif memberikan manfaat yang besar kepada ilmuwan sosial di Indonesia.[9]



BAB II
LANDASAN TOERI

A.    Pengertian Inti
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata inti dapat dimaknai yaitu isi yang paling pokok atau paling penting dalam suatu masalah atau dengan makna luas bagian yang utama yang penting peranannya dalam suatu proses atau dalam pelaksanaan.[10]
Kemudian inti juga diartikan seperti isi yang paling pokok atau penting.[11] Dengan demikian kata inti itu sendiri begitu penting dalam suatu pembahasan agar kita bisa berfokus kepadanya sehingga tidak mengambang pembahasan kearah pembahasan lain yang tidak menyangkut dengan pokok bahasan.

B.     Pengertian Masalah
Makna dari Masalah (bahasa Inggris: problem) kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan.[12] 
Definisi lain dari masalah dalam buku cerdas berbahasa indonesia adalah sesuatu yang harus dipecahkan atau diselesaikan.[13]
Sudah sangat jelas Secara substansi masalah adalah suatu kejadian yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh seseorang, kelompok maupun golongan atau yang tidak sesua dengan mereka. Baik itu berupa hasil yang baik maupun hasil yang buruk.
Setidaknya masalah mempunyai beberapa ciri dantaranya: Pertama: Masalah adalah sebuah kesempatan untuk berkembang. Kedua: Masalah adalah perbedaan antara kondisi sekarang dan kondisi yg diharapkan. Ketiga: Masalah adalah hasil dari kesadaran bahwa kondisi yg sekarang terjadi belumlah sempurna dan keyakinan bahwa masa depan bisa dibuat jadi lebih baik.

C.    Pengertian Teologi (ilmu kalam)
Teologi membicarakan zat Tuhan dari segalah aspeknya. Dan perhatian Tuhan dengan Alam semeseta karena Teologi sangat luas sifatnyat. Teologi setiap agama bersifat luas maka bila di pautkan dengan islam (teologi islam) pengertiannya sama dengan Ilmu Kalam.
Teologi Islam merupakan istilah yang diambil dari bahasa inggris, theology William L Reese mendefinisikan dengan “discourse or concerning” (diskursus/pemikiran tentang Tuhan).[14]
Sesuai dengan Estimilogi Teologi Islam, berasal dari bahasa yunani yakni kata Theos artinya adalah Tuhan dan Logos adalah Ilmu. Berarti Teologi  didefenisikan Ilmu yang mempelajari tentang Tuhan. Kemudian Ilmu Kalam asal katanya dari ilmu yaitu Pengetahuan dan Kalam adalah Pembicaraan. Dafat disimpulkan bahwa Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani (ketuhanan) yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Sejalan dengan yang dituliskan oleh Prof. Sahilun A. Nasir bahawa pada dasarnya Teologi itu dalam kajian islam sama dengan ilmu kalam[15].
Teologi Islam sama dengan ‘Iim al-kalam (secara harfiah ilmu perdebatan) menunjukan suatu disiplin pemikiran islam secara umum disebut sebagai teologi atau (bahkan kurang akurat) sebagai teologi skolastik[16]. Disiplin ini berkembang dari kontroversi politik dan agama yang menelan komunitas Muslim dari formatif tahun, berhubungan dengan interpretasi ajaran agama dan pertahanan penafsiran ini dengan cara diskursif argumen.
Dapat disimpulkan teologi islam merupakan ilmu yang mempelajari tentang kenyataan-kenyataan dan gejala-gejala agama islam yang juga membicarakan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, baik jalan penyelidikan atau pemikiran murni, atau dengan jalan wahyu.
Sementara itu menurut Dr. M. Yunan Yusuf masalah ilmu kalam ini timbul berawal dari masalah politik yaitu ketika usman bin affan wafat terbunuh dalam suatu pemberontakan. sebagai gantinya Ali dicalonkan sebagai khalifah namun pencalonan Ali ini banyak mendapat pertentangan dari para pemuka sahabat di Mekah. Tantangan kedua datang dari Muawiyah, gubernur Damaskus salah seorang keluarga dekat Usman bin Affan. Ia pun tidak mau pengangkatan Ali sebagai khalifah. Muawiyah menuntut untuk menghukum para pembunuh Usman bin Affan.
Hingga sampai terjadinya peristiwa tahkim yang membuat Muawiyah naik tahta. Ketika Ali membiarkan hal itu terjadi sebagian tentara Ali tidak menyetujui hal tersebut. mereka memandang Ali telah berbuat salah dan berdosa dengan menerima keputusan itu.
Akhirnya mereka menganggap Ali dan Muawiyah telah kafir. Dan hal itu berkembang bukan lagi menjadi masalah politik namun telah menjadi masalah teologi. Mereka inilah yang dikenal dengan kaum Khawarij.[17]

D.    Pengertian Islam
Secara Etimologis asal kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: Salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk Aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT.
4n?t/ ô`tB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC ÿ¼ã&s#sù ¼çnãô_r& yYÏã ¾ÏmÎn/u Ÿwur ì$öqyz öNÎgøŠn=tæ Ÿwur öNèd tbqçRtøts ÇÊÊËÈ  
Artinya:  (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan (Aslama) diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 112).
Islam menurut Kamus bahasa Indonesia adalah satu agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an[18]. Islam merupakan panutan para Rasul dan mereka diutus Allah dengan membawa islam hingga Allah mengakhiri rasul dengan Muhammad SAW yang menutup seluruh jalan kepada Allah kecuali melalui arah Muhammad SAW[19].
Dapat disimpulkan Islam secara bahasa berarti tunduk, patuh, dan damai. Sedangkan menurut istilah, Islam adalah nama agama yang diturunkan Allah untuk membimbing manusia ke jalan yang benar dan sesuai fitrah kemanusiaan. Islam diturunkan bukan kepada Nabi Muhammad  saja,  tapi  diturunkan  pula  kepada  seluruh  nabi  dan rasul.  Sesungguhnya  seluruh  nabi  dan  rasul  mengajarkan  Islam kepada  umatnya.






BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai teologi merupakan pembahasan yang amat luas. Banyak topik yang dibahas di dalamnya, dari pembahasan tentang Tuhan, wahyu, rasul, manusia dan takdirnya, hingga hari akhir. Disebabkan hal itu, makalah ini akan menfokuskan pada beberapa aspek dari kajian teologi islam saja.
Kemudian Sesuai dengan landasan teori yang telah di kemukakan di atas maka penulis akan melakukan studi analisis kepustakaan untuk mendapatkan jawaban yang tepat untuk rumusan masalah dari makalah ini yang berjudul “Inti Permasalahan Teologi Dalam Islam”.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an,
z`ÏB šúïÏ%©!$# (#qè%§sù öNßguZƒÏŠ (#qçR%Ÿ2ur $YèuÏ© ( @ä. ¥>÷Ïm $yJÎ/ öNÍköys9 tbqãm̍sù ÇÌËÈ  
Artinya: “Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka[20] dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Al-Qur’an, Surat ar-Rum: 32)
A.       Sejarah dan Munculnya Permasalahan Teologi Islam.
Pada masa pemerintahan islam Dipimpin oleh ‘Usman bin Affan, tindakan-tindakan politiknya menimbulkan ketidak senangan dari sekelompok sahabat dari para sahabat dan yang lainnya selain itu gelombang fitnah juga sangat besar yang dimainkan oleh Abdullah bin saba’ sehingga menimbulkan pemberontakan yang merugikan kekhalifahannya sendiri pada saat itu.
Dalam riwayat Imam ath-Thabari tertera secara lengkap dan paling rinci dari kitab-kitab lainya yang ada bahwa Peranan Ibnu Saba' dalam mengobarkan fitnah penyebab terbunuhnya khalifah Utsman dan perpecahan umat Islam, juga tertera dalam Tarikh Imam ath-Thabari, melalui riwayat Saif bin Umar at-Tamimi. Khabar tersebut bertebaran pada riwayat orang-orang terdahulu dan termuat di dalam kitab-kitab yang membicarakan peristiwa-peristiwa sejarah Islam serta pendapat berbagai golongan dan aliran pada masa itu[21].
Setelah wafatnya ‘Utsman, kemudian kekhalifahan digantikan oleh ‘Ali bin Abi Thalib, tetapi karena adanya keinginan dari sahabat lain yang ingin menjadi khalifah, di antaranya Talhah dan Zubair yang disokong ‘Aisyah, maka terjadilah peperangan antara mereka di Irak pada tahun 656 M, akhirnya ‘Ali bisa mengalahkan mereka.
Peperangan Ali melawan Talhah dan Zubair yang disokong ‘Aisyah itu berakhir. Namun, datang lagi tantangan dari salah seorang yang masih termasuk keluarga ‘Utsman, yaitu Mu’awiyah bin Abi Sufyan, hingga terjadi perang yang terkenal dengan perang shiffin[22].
Diakhir Perang shiffin muncul kekecewaan karena perundingan itu tidak disenangi oleh pasukan Ali secara keseluruhan dengan demikaian ada proses penghiantan oleh Mu’awiyah secara sepihak ia menurunkan Ali dari jabatan khalifah. Padahal isi perjajianya (Ali mengirimkan Abu Musa al-Asy’ari dan Mu’awiyah mengirimkan Amr bin Ash sebagai hakim dalam perundingan tersebut) bahwa keduanya antara Ali dan Mu’awiyah  akan meletakkan jabatan masing-masing dan akan dilakukan pemilihan pemimpin selanjutnya dengan cara adil. Umat islam yang berpihak pada Ali terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali kelak disebut Syi’ah, dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij.[23] Berdasar dari kejadian inilah maka permasalahan Teologi dalam Islam mulai muncul.
Disisilain Faham Mu’tazilah yang memahami bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri, Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam surga, orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan di antara dua tempat, dan mi’raj Nabi Muhammad SAW hanya dengan roh saja, dengan adanya pemahaman Mu’tazilah seperti ini maka sesunguhnya pohon ilmu kalam atau teologi islam sudah ditanamkan kokoh, hal ini didukung oleh kesimpulan dari Nurcholis Madjid, dalam bukunya yang berjudul Khazanah Intelektual Islam.
B.        Kelompok-Kelompok Dalam Teologi Islam.
Semua kelompok-kelompok atau aliran-aliran dalam teologi islam muncul secara resmi setelah Perang shiffin berakhir diawali dengan terpecah pasukan Ali menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali yang menyetujui hasil perundingan antara kelompok Golongan Ali dengan golongan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, kelak disebut Syi’ah, dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij. Menurut Prof. Sahilun A. Nasir, dalam bukunya Pemikiran kalam (Teologi Islam): sejarah, ajaran dan perkembangannya,  menyatakan bahwa secara garis besar Firqoh-firqoh (golongan) teologi dalam islam terbagi menjadi 7 yakni, Syi’ah, Khawarij, Qadariyah, Jabariyah, Mur’jiah, Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kemudian hari yang muncul lagi adalah turunan dari ketujuh firqoh-forqoh tersebut[24].
1.      Syi’ah
Syi’ah secara etimologi bahasa berarti pengikut[25], sekte dan golongan seseorang. Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliauDalam Istilah syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak masa pemerintahan Utsman bin Affan yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari.
Inti daripada Golongan Syi’ah adalah kaum yang berlebih-lebihan memuja Saidina Ali bin Abi Thalib dan keluarganya. Sehingga mereka tidak mengakui Khalifah Rasyidin yang lain seperti Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, Khalifah Umar Ibnu Khattab dan Khalifah Utsman bin Affan.
Sejarah kemunculan Syia’h memang ada beberapa versi yang beredar di masyarakat diantaranya. Pertama: Pendapat al-Jawad yang dikutip oleh Prof. H. Abu Bakar Atjeh dalam bukunya Perbandingan Mazhab Syi'ah, menjelaskan bahwa lahirnya Syi'ah adalah bersamaan dengan lahirnya nas (hadis) mengenai pengangkatan 'Ali ibn Abi Talib oleh Nabi sebagai khalifah sesudahnya.  nas yang dimaksud antara lain, mengenai kisah perjamuan makan dan minum yang diselenggarakan oleh Nabi di rumah pamannya, Abu Talib, yang dihadiri oleh 40 orang sanak keluarganya. Dalam perjamuan itu beliau menyatakan: "...Inilah dia ('Ali) saudaraku, penerima wasiatku dan khalifahku untuk kalian, oleh karena itu, dengar dan taati (perintahnya) ..." Pernyataan ini disampaikan oleh Nabi sesudah 'Ali menerima tawaran beliau sebagai khalifahnya.
Nas seperti ini, jelas tidak terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim, karena itu golongan Sunni menolak nas tersebut bila dijadikan dalil untuk mengklaim kekhilafahan bagi 'Ali[26]. Kedua: Abu Zahrah berpendapat bahwa Syi'ah tumbuh di Mesir masa pemerintahan 'Usman, karena negeri ini merupakan tanah subur untuk berkembangnya paham tersebut, kemudian menyebar ke Irak dan di sinilah mereka menetap[27]. Yang diketuai oleh Abdullah bin Saba’
 2.      Khawarij
Secara historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al‑Fatawa,
“Bid’ah yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij”.
Secara bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin (37H/657M).
Menurut keyakinan golongan Khawarij, semua masalah antara Ali dan Mu'awiyah harus diselesaikan dengan merujuk kepada hukum-hukum Allah yang tertuang dalam Surah al-Ma'idah Ayat 44 yang artinya, “Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” Berdasarkan ayat ini, Ali, Mu'awiyah, dan orang-orang yang menyetujui tahkim telah menjadi kafir karena mereka dalam memutuskan perkara tidak merujuk pada Al-Qur,an[28].
Sumber pemikiran, sifat dan karakter Khawarij awalnya dari seseorang yang bernama Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim[29]. Awalnya dia telah menuduh Nabi Muhammad tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang, ucapannya membuat Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid hendak memenggal lehernya, akan tetapi dicegah oleh Nabi Muhammad.
Khawarij juga berciri-ciri suka mengkafirkan pemerintah kaum muslimin dan orang-orang yang bersama pemerintah tersebut (karena melakukan dosa-dosa besar), memberontak kepada pemerintah kaum muslimin, menghalalkan darah dan hartanya.
Khawarij juga dinyatakan sebagai Firaqah (kelompok) pertama yang mengkafirkan kaum muslimin karena dosa yang telah mereka kerjakan, Mereka juga mengkafirkan ahli bid'ah lain yang tidak sejalan dengan mereka, serta menghalalkan darah dan hartanya Begitulah pendirian ahli bid'ah mereka berbuat bid'ah lalu mengkafirkan ahli bid'ah lain yang tidak sejalan dengan mereka[30].
3.      Qadariyah
Sesungguhnya Qadariyah diambil dari bahasa arab, dasarkatanya adalah qadara arti kemampuan atau kekuasaan. Adapun pengertian qadariyah berdasarkan terminology adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan, artinya tanpa campur tangan Tuhan.
Dalam istilah Inggris qadariyah ini dikenal dengan free will and free act, bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatan dengan kemauan dan tenaganya sendiri. 
Aliran ini ditimbulkan pertama kali oleh Ma’bad al-Juhani. Menurut ibnu Nabatah Awalnya Ma’bad al-Juhani dan sahabatnya yang bernama Ghailan al-Dimasyyqi mengambil paham ini dari seorang kristen yang masuk islam dari irak kemudian Ma’bad al-Juhani terbunuh dalam peperangan melawan penguasa pada saat itu. Selanjutnya Ghailan al-Dimasyyqi menyebarkan paham ini di damaskus kemudian akhirnya di dihukum mati juga oleh penguasa saat itu yaitu Banu Umayyah karena dituduh sesat.[31]
 4.      Jabariyah
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata جَبَرَ yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Al-Munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah, jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Ja’d ibn Dirham pertama sekali yang menonjolkan aliran ini. Tapi yang menyebarkanya adalah Jahm Ibn Safwan dari Khurasan. Jahm juga melakukan hal yang sama yakni melawat Banu Umayyah penguasa pasa saat itu akhirnya dia dihukum bunuh pada tahun 131 H.[32]
 5.      Mur’jiah
Irja atau arja’a adalah asal kata dari Murji’ah yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a juga memiliki arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Oleh karena itu, murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak[33].
Pada saat umat Islam terjadi pertikaian antara Khawarij dan Syi’ah mengenai pelaku dosa besar menjadi kafir atau tidak maka mucullah kelompok yang nantinya seperti menenggahi permasalahan itu adalah Mur’jiah.
Diperkirakan Murji’ah muncul bersamaan dengan kemunculan Khawarij dan Syiah dengan dasar irja atau arja’a (penundaan, penangguhan, dan pengharapan) dikembangkan oleh sebagian sahabat untuk menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik antara Khawarij dan Syi’ah.
Ajaran pokok dari Murji’ah pertama: Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr Bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkan kepada Allah di hari kiamat kelak. Kedua: Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar. Ketiga: Meletakan (pentingnya) iman daripada amal. Keempat: Memperbaiki pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah[34].
6.      Mu’tazilah
Secara Etimologi, Mu’tazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya menunjukkan kesendirian, kelemahan, keputus-asaan, atau mengasingkan diri. Dalam Al-Qur’an, kata-kata ini diulang sebanyak  sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al ibti’âd ‘ani al syai-i (menjauhi sesuatu) seperti dalam ayat:
ÈbÎ*sù öNä.qä9utIôã$# öNn=sù öNä.qè=ÏF»s)ム(#öqs)ø9r&ur ãNä3øŠs9Î) zNn=¡¡9$# $yJsù Ÿ@yèy_ ª!$# ö/ä3s9 öNÍköŽn=tã WxÎ6y ÇÒÉÈ  
Artinya: …Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu, Maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka. (Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 90)[35].
Mereka di sebut kaum mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang dosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di antara keduanya menurut versi mereka disebut kaum mu’tazilah karena mereka menbuat orang yang berdosa besar jauh dari (dalam arti tidak masuk )golongan mukmin dan kafir.[36]
Aliran ini muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal[37]
Mu’tazilah sebenarnya merupakan gerakan keagamaan semata tidak seperti aliran-aliran atau kelompok-kelompok teologi yang lainya adanya sebab politik dan penyesuaian kondisi pada saat itu.
Aliran Mu’tazilah[38] sering menyelesaikan persoalan-persoalan teologi memakai akal dan logika sehingga mereka dijuluki sebagai “kaum rasionalis Islam“. Penghargaan mereka yang tinggi terhadap akal dan logika menyebabkan timbul banyak perbedaan pendapat di kalangan mereka sendiri, hal ini disebabkan keberagaman akal manusia dalam berfikir. Bahkan perbedaan tersebut telah melahirkan sub-sub sekte (aliran) mu’tazilah baru yang tidak sedikit jumlahnya.
 7.      Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Pengertian Ahlus Sunnah wal Jama’ah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk. Dan Definisi Aswaja Secara umum adalah: satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thariqah para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf dan Akhlaq) Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah: Golongan yang mempunyai I’tikad/keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya’irah dan Maturidiyah[39].
Pelopor pembukuan akidah Aswaja adalah Syaikh Abu Alhasan Al ASy'ari (260-324 H). dan Syaikh Abu Mansur Al Maturidi (333 H). Dua tokoh Kharismatik Ulama ini yang kemudian menghasilkan kodifikasi metodologi akidah Aswaja yang selanjutnya dijadikan sebagai referensi utama umat islam karena ajaran yang diajarkannya sesuai dengan Alqur'an dan As-sunnah. Syaikh Abu Hasan Al Asy'ari mendokumentasikan akidah Aswaja dalam berbagai kitab beliau. diantaranya: Al Luma' fi Ar Raddi "Ala Ahli Az-Zaighi Wa Al Bida'i, Ali banah 'An Ushul Ad-diyanah,  dan Maqalat Ali Slamiyyin, sedangkan, Syaikh Abu Mansur Al Maturidi mendokumentasikan akidah Aswaja dalam kitab karangannya, antara lain: At-Tauhid, Ta'wilat Ahlis Sunnah, Bayan Wahmi Almu'tazilah, dan lain-lain.
 C.       Inti Permasalahan Teologi Islam (Akar Persoalan Teologi dalam Islam)
Pemasalahan teologi dalam umat islam memang bukan merupakan persoalan yang muncul sebagai persoalan teologis semata. Tetapi persoalan-persoalan teologi dalam umat islam muncul dikarenakan banyak faktor lain secara mendasar diawali dengan berkembangnya fitnah pada masa Usman bin Affan sehingga mengakibatkan peristiwa pembunuhan terhadap dirinya sebagai khalifah umat islam yang sah pada waktu itu. Diantara  Inti Permasalahan Teologi Islam (Akar Persoalan Teologi dalam Islam) adalah:
1.      Faktor politik (kekuasaan)
Pembaca sekalian, bisa jadi bagi anda bukanlah politik faktor yang pertama tapi faktor Abdullah bin saba’ yang pertama karena dia menyebarkan fitnah ditenggah-tengah umat islam pada saat itu yakni masa pemerintahan Utsman bin Affan. Tapi bagi penulis bahwa faktor politiklah yang paling pertama baru kemudian faktor Abdullah bin saba’ dan faktor-faktor lainnya.
Permasalahan Teologi islam lahir dari puncak pertikaian politik antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib, walaupun benih-benih perbedaan pandangan sudah pernah lahir sejak nabi Muhammad SAW dan para sahabat, namun perbedaan tersebut baru mengkristal setelah peristiwa tahkim[40]. Peristiwa inilah yang menjadi titik awal lahirnya aliran-aliran teologi dalam Islam.
Permasalahan Teologi dalam islam juga sesunguhnya didasari oleh persoalan politik yang kemudian disusul persoalan teologi. Ketika Nabi SAW wafat, yang terfikir di dalam kalangan (para sahabat) adalah siapa pengganti Rasulullah SAW? Dan berlanjut sampai khalifah Usman yang terbunuh merupakan titik awal lahirnya permasalahan teologi yang dipertentangkan. Dari peristiwa pembunuhan Usman yang kemudian menjadi permasalahan adalah dosa apa yang telah diperbuat olehnya, dan bagaimana dosanya bagi orang-orang yang membunuh beliau? Peristiwa pembunuhan itu sebenarnya merupakan peristiwa politik karena mempunyai latar belakang yang bermuatan politik, yakni sebagai tanggapan terhadap kebijaksanaan pemerintahan yang dijalankan pada waktu itu.
Menurut Harun Nasution, persoalan yang pertama-tama muncul sehingga lahir perdebatan dalam bidang kalam atau teologi adalah persoalan politik. Tetapi persoalan politik ini segera meningkat menjadi persoalan teologi[41].
2.      Faktor Fitnah Abdullah bin saba’
Abdullah bin Saba (sekitar 600 M - 670 M) juga dikenal dengan nama panggilan Ibnu Saudah merupakan seorang Rabbi Yahudi yang masuk Islam pada masa Khalifah Utsman bin Affan dan kemudian menyulut pemberontakan terhadap khalifah waktu itu, serta kemudian diriwayatkan oleh sebagian sejarawan muslim sebagai pendiri Syi'ah.[42]
Walaupun ada riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang hakekat Abdullah bin Saba’ adalah lemah karena melewati jalur seorang perawi bernama Saif bin Umar At-Tamimi, ia telah dilemahkan oleh beberapa pakar hadits Ahlus Sunnah terkemuka. Namun,  Itu hanya dalam periwayatan hadist saja adapun dalam masalah sejarah maka beliau dapat dijadikan sandaran dan rujukan. Seperti yang dikatakan oleh Umar Kahalah[43]. “Saif bin Umar At-Tamimi Al Burjumi, Ahli sejarah berasal dari Kufah.”
Jika inilah sebab sanggahan itu maka sesungguhnya bukan hanya dia saja yang meriwatkan Abdullah bin Saba tapi banyak periwayat lain seperti adanya Diriwayatkan melalui jalur ‘Amr bin Marzuk ia berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Salamah bin Kuhail dari Zain bin Wahb ia berkata, “Ali radhiallahu ‘anhu berkata, ‘ada apa denganku dan dengan orang jahat yang hitam ini (maksudnya Abdullah bin Saba’) ia telah mencela Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhu.”
Keberadaan Abdullah bin Saba' juga tercatat pada ensiklopedi sejarah Umat Yahudi, sebagaimana yang tercantum di dalam Jewish Encyclopedia bertahun 1906: "Seorang Yahudi Yaman, Arab, dari abad ketujuh, yang menetap di Madinah dan memeluk Islam. Setelah dia mengkritik pemerintahan Khalifah Utsman yang berakibat buruk, dia dibuang dari kota. Dari situ ia pergi ke Mesir, di mana ia mendirikan sebuah sekte anti-Utsman, untuk mempromosikan ketertarikan terhadap Ali[44].
Fitnah Abdullah bin Saba’ diantaranya, Pertama: Menuduh Abu Bakr, Umar bin Khattab dan Uthman bin Affan radiallahu ‘anhum sebagai orang-orang zalim (kafir) kerana merampas hak khalifah Ali setelah wafatnya Rasulullah. Dan semua umat yang membaiah khalifah diketika itu adalah kafir. Kedua: membenarkan dan dan menyebarkan bahawa Ali bin Abi Talib telah menerima wasiat sebagai Khalifah Rasulullah.
3.      Masuknya ilmu filsafat Yunani kedalam Islam.
Pengaruh filsafat yunani kedalam pemikiran kalam di dunia Islam agaknya susah untuk kita pungkiri ini dapat dibuktikan dengan beberapa catatan-catatan sejarah yang sampai pada kita saat ini.
Berawal dari  Alexander agung menaklukkan Darius[45] pada tahun 331 sehingga timbullah pusat-pusat kebudayaan yunani ditimur, seperti Alexadria di mesir, antiokia di suriah, Jundisyapur di Mesopotamia dan Petra di Persia.[46] Walau memang Pada masa Dinasti Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani terhadap Islam belum begitu nampak karena ketika itu perhatian penguasa Umayyah lebih banyak tertuju kepada kebudayaan Arab.
Namun, ketika Dinasti Abbasiah terutama khalifah Al-Ma’un (813-833 M) dan Harun Ar-rasyid berkuasa mereka sangat tertarik pada ilmu kedokteran yunani dengan system pengobatannya, tetapi kemudian mereka juga mempelajari ilmu filsafat. Karena itulah buku-buku ilmu dari yunani diterjemah kedalam bahasa arab sehingga dapat di baca oleh umat islam[47].
Golongan yang banyak tertarik kedalam filsafat yunani adalah kaum Mu’tazilah yang bercorak rasional dan liberal. Diantara tokohnya adalah Abu huzail Al-laf, Ibrahim An-nazam, Biisyr Al-mu’tamir, Al-juba’I, berkembang di Baghdad dan Basrah mulai abad ke-8. Zaman kejayaannya antara 817-845 M dengan kehidupan kedua sekitar tahun 1000 M. Ahli Mu’tazilah meminjam konsep-konsep Yunani tanpa mengikat diri pada suatu sistem tertentu[48]. Menurut Nurcholis Madjid, dalam bukunya yang berjudul Khazanah Intelektual Islam,[49] Mu’tazilah merupakan pendiri ilmu kalam yang sebenarnya dalam islam.


BAB IV
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Setelah wafatnya ‘Utsman bin Affan, kemudian kekhalifahan digantikan oleh ‘Ali bin Abi Thalib, tetapi karena adanya keinginan dari sahabat lain yang ingin menjadi khalifah, di antaranya Talhah dan Zubair yang disokong ‘Aisyah, maka terjadilah peperangan antara mereka di Irak pada tahun 656 M (perang jamal), akhirnya ‘Ali bisa mengalahkan mereka. Selanjutnya ‘Ali berhadapan dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang masih keluarga ‘Utsman. Diakhir perang ini kelompok Ali terpecah menjadi dua. Kelompok yang pertama setia kepada Ali yaitu Syiah dan yang sebaliknya disebut Khawarij.
 Menutur Prof. Sahilun A. Nasir, dalam bukunya Pemikiran kalam (Teologi Islam): sejarah, ajaran dan perkembangannya,  Secara garis besar Firqoh-firqoh (golongan) teologi dalam islam terbagi menjadi 7 yakni, Syi’ah, Khawarij, Qadariyah, Jabariyah, Mur’jiah, Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kemudian hari yang muncul lagi adalah turunan dari ketujuh firqoh-forqoh tersebut
Munculnya Permasalahan Teologi islam disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, pertama:  Faktor (Politik/kekuasaan) diawali pertikaian politik antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib. Kedua: Faktor Fitnah Abdullah bin saba’. Dengan berkembangnya fitnah yang dihebuskan oleh Saba’ kedalam masyarakat umat islam sehehingga muncullah benih perpecahan. Ketiga: Masuknya filsafat yunani kedunia islam, diawali dari Alexander agung menaklukkan Darius kemudian semua buku-buku dari yunani diterjemah dalam bahasa arab sehingga mempermudah masyarakat islam pada saat itu untuk belajar terutama ilmu kedokteran dan ilmu filsafat. Ini diamini oleh Mu’tazilah. Yang lebih mengutamakan akal.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Asy’arie, Musa,  Dialektika Agama untuk Pembebasan Spritual, Yogyakarta: Lesfi,2002.
Abu Zahrah,  Muhammad,  Tarikhul-Mazahibul-Islamiyyah, vol. I,  Daril Fikril-'Arabi, tt.  
Afifuddin dan Beni Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Agustin, Risa,  kamus lengkap bahasa Indonesia, Surabaya: Serba jaya, tt;
Al-Musawi,  Syarafuddin,  Dialog Sunnah dan Syi'ah, terj. Muhammad al-Baqir, Bandung: Mizan, 1983.
Ansary, Tamim,  Dari Puncak Bagdad, Sejarah Dunia Versi Islam (cetakan ke-2), Jakarta selatan: Penerbit Zaman, 2010.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2008.
Esha, Muhammad In’am, Sejarah sosial Pengetahuan Islam, mencermati dinamika dan aras perkembangan kalam islam kontenporer, Yogyakarta: Elsaq Press, tt.
Kosasih, Engkos, Cerdas Berbahasa Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2006.
Madjid,  Nurcholis,  Khazanah Intelektual Islam,  Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Mahzum, Muhammad, Meluruskan Sejarah Islam Studi Kritis Peristiwa Tahkim, terj. Rosihon Anwar, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Nasir, Sahilun A, Pemikiran kalam (Teologi Islam): sejarah, ajaran dan perkembangannya,  Jakarta: PT. Rajagrafindo persada, cet 2, 2012.
Nasution, Harun, Teologi islam: Aliran-aliran sejarah perbandingan, Jakarta: Ui Press, 1986.
Vardiansyah, Dani Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks, 2008.
Qodratillah, Meity Taqdir, Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar, Jakarta: BPPB Kemendikbud RI, 2011.
Reese, Willieam L, Dictionary of philosophy and Religion, USA: Humanities Press, 1980.
Rozak,  Abdul,  Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
Saryono, Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, 2010.
Somantri, Gumilar Rusliwa, “Memahami Metode Kualitatif”, dalam  Jurnal Sosial Humaniora, vol. 9, no. 2, Desember, Tahun 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2011.
Yusuf, M. Yunan, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, Jakarta: Perkasa, 1990.




[1]Nurcholis Madjid,  Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bimtamg, 1984), hal. 278.
[2]Tamim Ansary, Dari Puncak Bagdad, Sejarah Dunia Versi Islam (cetakan ke-2), (Jakarta selatan: Penerbit Zaman, 2010), hal. 132-135
[3]Harun Nasution, Teologi islam: Aliran-aliran , sejarah perbandingan, Jakarta: Ui Press, (Jakarta: UI-Press, 2010) hal. 3
[4] Musa Asy’arie, Dialektika Agama untuk Pembebasan Spritual, (Yogyakarta: Lesfi, 2002), lihat khusus pada bagian  pluralitas.
[5] Muhammad In’am  Esha,  Sejarah sosial Pengetahuan Islam, mencermati dinamika dan aras perkembangan kalam islam kontenporer,  (Yogyakarta: Elsaq Press, tt), hal. 15.
[6]Afifuddin dan Beni Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal 165
[7]Saryono, Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2010) hal. 1
[8]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 15
[9]Gumilar Rusliwa Somantri, “Memahami Metode Kualitatif”, (dalam  Jurnal Sosial Humaniora, Tahun 2005, vol. 9, no. 2, Desember), hal 65.

[10]Risa Agustin, kamus lengkap bahasa Indonesia, (Surabaya: Serba jaya, tt) hal: th.
Lihat juga Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online http://kbbi.web.id/inti diakses (25/10/2015)
[11]Meity Taqdir Qodratillah, Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar,  (Jakarta: BPPB Kemendikbud RI, 2011) Hal. 179
[12]Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Indeks, 2008). hal. 70
[13]Engkos Kosasih, Cerdas Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 2006) hal.13

[14] Willieam L. Reese, Dictionary of philosophy and Religion, (USA: Humanities Press, 1980) hal. 28
[15]Prof. Sahilun A. Nasir, Pemikiran kalam (Teologi Islam): sejarah, ajaran dan perkembangannya,  (Jakarta: PT. Rajagrafindo persada, cet 2, 2012) hal.v
[16]istilah skolastik  adalah kata sifat yang berasal dari kata school yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah (pendidikan). Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan. Dan filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teolog atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan lain-lainnya.
[17] M. Yunan Yusuf,  Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Perkasa, 1990), hal 3-6.
[18]Meity Taqdir Qodratillah, Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar,  hal. 182
[19]Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, penerjemah Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) hal. 496
[20] Maksudnya: meninggalkan agama tauhid dan menganut perbagai kepercayaan menurut hawa nafsu mereka, lihat dalam  Al-Qur,an Departemen Agama RI,  Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), hal 824.

[21]Majalah Furqon, Sabai’sme antara realita dan mitos, Edisi 6 Tahun V/Muharram 1427 H, (Jawa timur: Lajnah Dakwah ma’had Al-Furqon) hal. 1
[22]Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada 1 Shafar tahun 37 Hijriah ini juga disebut perang saudara dalam islam pertama secara besar-besaran. Faktor terpenting meletusnya perang Shiffin adalah penolakan Muawiyah untuk berbaiat kepada Imam Ali  dengan dalih bahwa Imam Ali terlibat dalam kasus pembunuhan Usman. Lihat buku terjemahan Muhammad  Mahzum, Meluruskan Sejarah Islam Studi Kritis Peristiwa Tahkim, terj. Rosihon Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 17-19.

[23] Harun  Nasution, Teologi islam: Aliran-aliran sejarah perbandingan , (Jakarta: Ui Press, 1986) hal.12
[24] Prof. Sahilun A. Nasir, Pemikiran kalam (Teologi Islam): sejarah, ajaran dan perkembangannya,  hal.  xvi-xvii.
[25] Risa Agustin, kamus lengkap bahasa Indonesia. th.
[26] Syarafuddin al-Musawi,  Dialog Sunnah dan Syi'ah, terj. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1983), hal. 140.
[27] Muhammad,  Abu Zahrah,  Tarikhul-Mazahibul-Islamiyyah, vol. I, (Daril Fikril-'Arabi, tt), hal. 36. 
[28] Harun Nasution, Teologi islam: aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, (Jakrta: UI-Pres, 20012), hal. 8
[29]HR al-Ajurri, Lihat asy-Syari’ah, hal. 33

[30]Ibnu Taimiyyah, Qoidatu Ahlussunah Wal Jama'ah (Kaidah Ahlussunah Wal Jama'ah) terj, (Solo: At-Tibyan, 2002), hal. 16
[31] Harun Nasution, Teologi islam: aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, hal. 34
[32] Ibid., hlm. 35
[33] Abdul Rozak,  Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001),  hal. 56
[34] Ibid., hlm. 56
[35] lihat dalam  Al-Qur,an Departemen Agama RI,  Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), hal…
[36] Harun Nasutian, Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), hal. 40
[37] Musthafa Muhammad Syak’ah,  Islam Tanpa Mazhab, Terj. Abu Zaidan Al-Yamani & Abu Zahrah Al-Jawi (Solo: Tiga Serangkai, 2008),  hal. 489


[38] Nurcholis Madjid,  Khazanah Intelektual Islam, hal. 278.
[39] Syekh omar bakri Muhammad, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hal. 119
[40]Tahkim adalah persetujuan anatara kedua pihak yang berselisih untuk menerima keputusan tertentu dalam menyelesaikan perselisihan mereka. Peristiwa tahkim sendiri secara lebih khusus diartikan sebagai perseyujuan antara pihak Saidina Ali dengan Mu’awiyah yang berselisish dalam menerima keputusan secara adil dalam perselisihan mereka. Lihat buku terjemahan Muhammad  Mahzum, Meluruskan Sejarah Islam Studi Kritis Peristiwa Tahkim, terj. Rosihon Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 17-19.

[41] Harun Nasution, Teologi islam: aliran-aliran sejarah analisa perbandingan.
[42] Lihat biografi Abdullah bin Saba’ selengkapnya di Tarikh Dimasyq 3/29,  Tarikh Thabari, Al Kamil karya Ibnul Atsir,  Al Ma’arif hal.622 karya Ibnu Qutaibah, Mizanul I’tidal 2/426, Al Milal wan Nihal hal.365 karya Asy-Syihristani, Al Wafi bil Wafayat 17/189.
[43] Dalam kitabnya,  Mu’jamul Muallifin  4/288
[44] Silahkan Lihat   https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Saba'  (diakses tgl 11/9/2015).
[45] kawasan Arbela sebelah timur sungai Tigris
[46] Ghufron A. Mas’adi,  Ensiklopedi IslamI, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 16
[47] Silvia yudhira, Ensiklopedi islam, (Jakarta: Ichtiar Baru  Van Hoeve, 2000) hal. 17
[48] Suko Susilo, Sejarah peradaban Islam, kajian teks, reflektif dan filosofis, (Surabaya: Jenggila Pustaka Utama, 2005) hal. 130
[49]Nurcholis Madjid,  Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 278.